Makalah FIlsafat Al-Kindi

2.1 Biografi Al - Kindi
Al-Kindi (يعقوب بن اسحاق الكندي) (lahir: 801 - wafat: 873), bisa dikatakan merupakan filsuf pertama yang lahir dari kalangan Islam. Nama lengkap al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya`qub ibn Ishaq ibn Shabbah ibn Imran ibn Isma`il ibn Muhammad ibn al-Asy’ath ibn Qais al-Kindi. Tahun kelahiran dan kematian al-Kindi tidak diketahui secara jelas. Yang dapat dipastikan tentang hal ini adalah bahwa ia hidup pada masa kekhalifahan al-Amin (809-813), al-Ma’mun (813-833), al-Mu’tasim (833-842), al-Wathiq (842-847), dan al-Mutawakkil (847-861). Al-Kindi hidup pada masa penerjemahan besar-besaan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Arab. Dan memang, sejak didirikannya Bayt al-Hikmah oleh al-Ma’mun, al-Kindi sendiri turut aktif dalam kegiatan penerjemahan ini. Di samping menerjemah, al-Kindi juga memperbaiki terjemahan-terjemahan sebelumnya. Karena keahlian dan keluasan pandangannya, ia diangkat sebagai ahli di istana dan menjadi guru putra Khalifah al-Mu’tasim, Ahmad.
Ia adalah filosof berbangsa Arab dan dipandang sebagai filosof Muslim pertama. Memang, secara etnis, al-Kindi lahir dari keluarga berdarah Arab yang berasal dari suku Kindah, salah satu suku besar daerah Jazirah Arab Selatan. Salah satu kelebihan al-Kindi adalah menghadirkan filsafat Yunani kepada kaum Muslimin setelah terlebih dahulu mengislamkan pikiran-pikiran asing tersebut. Semasa hidupnya, selain bisa berbahasa Arab, ia mahir berbahasa Yunani pula. Banyak karya-karya para filsuf Yunani diterjemahkannya dalam bahasa Arab; antara lain karya Aristoteles dan Plotinus. Sayangnya ada sebuah karya Plotinus yang diterjemahkannya sebagai karangan Aristoteles dan berjudulkan Teologi menurut Aristoteles, sehingga di kemudian hari ada sedikit kebingungan.
Al-Kindi berasal dari kalangan bangsawan, dari Irak. Ia berasal dari suku Kindah, hidup di Basra dan meninggal di Bagdad pada tahun 873. Ia merupakan seorang tokoh besar dari bangsa Arab yang menjadi pengikut Aristoteles, yang telah memengaruhi konsep al Kindi dalam berbagai doktrin pemikiran dalam bidang sains dan psikologi.
2.2 Karya-karya Al - Kindi
Al Kindi menuliskan banyak karya dalam berbagai bidang, geometri, astronomi, astrologi, aritmatika, musik(yang dibangunnya dari berbagai prinip aritmatis), fisika, medis, psikologi, meteorologi, dan politik.
Ia membedakan antara intelek aktif dengan intelek pasif yang diaktualkan dari bentuk intelek itu sendiri. Argumen diskursif dan tindakan demonstratif ia anggap sebagai pengaruh dari intelek ketiga dan yang keempat. Dalam ontologi dia mencoba mengambil parameter dari kategori-kategori yang ada, yang ia kenalkan dalam lima bagian: zat(materi), bentuk, gerak, tempat, waktu, yang ia sebut sebagai substansi primer.
Al Kindi mengumpulkan berbagai karya filsafat secara ensiklopedis, yang kemudian diselesaikan oleh Ibnu Sina (Avicenna) seabad kemudian. Ia juga tokoh pertama yang berhadapan dengan berbagai aksi kejam dan penyiksaan yang dilancarkan oleh para bangsawan religius-ortodoks terhadap berbagai pemikiran yang dianggap bid'ah, dan dalam keadaan yang sedemikian tragis (terhadap para pemikir besar Islam) al Kindi dapat membebaskan diri dari upaya kejam para bangsawan ortodoks itu.
Al-Kindi telah menulis hampir seluruh ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat itu. Tetapi, di antara sekian banyak ilmu, ia sangat menghargai matematika. Hal ini disebabkan karena matematika, bagi al-Kindi, adalah mukaddimah bagi siapa saja yang ingin mempelajari filsafat. Mukaddimah ini begitu penting sehingga tidak mungkin bagi seseorang untuk mencapai keahlian dalam filsafat tanpa terlebih dulu menguasai matematika. Matematika di sini meliputi ilmu tentang bilangan, harmoni, geometri dan astronomi.
Yang paling utama dari seluruh cakupan matematika di sini adalah ilmu bilangan atau aritmatika karena jika bilangan tidak ada, maka tidak akan ada sesuatu apapun. Di sini kita bisa melihat samar-samar pengaruh filsafat Pitagoras.
2.3 Pandangan Al- Kindi tentang Jiwa
Al-Kindi membagi daya jiwa menjadi tiga: daya bernafsu (appetitive), daya pemarah (irascible), dan daya berpikir (cognitive atau rational). Sebagaimana Plato, ia membandingkan ketiga kekuatan jiwa ini dengan mengibaratkan daya berpikir sebagai sais kereta dan dua kekuatan lainnya (pemarah dan nafsu) sebagai dua ekor kuda yang menarik kereta tersebut. Jika akal budi dapat berkembang dengan baik, maka dua daya jiwa lainnya dapat dikendalikan dengan baik pula. Orang yang hidupnya dikendalikan oleh dorongan-dorongan nafsu birahi dan amarah diibaratkan al-Kindi seperti anjing dan babi, sedang bagi mereka yang menjadikan akal budi sebagai tuannya, mereka diibaratkan sebagai raja.
2.4 Filsafat Al-Kindi
Menurut al-Kindi, fungsi filsafat sesungguhnya bukan untuk menggugat kebenaran wahyu atau untuk menuntut keunggulan yang lancang atau menuntut persamaan dengan wahyu. Filsafat haruslah sama sekali tidak mengajukan tuntutan sebagai jalan tertinggi menuju kebenaran dan mau merendahkan dirinya sebagai penunjang bagi wahyu.
Ia mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala sesuatu sejauh jangkauan pengetahuan manusia. Karena itu, al-Kindi dengan tegas mengatakan bahwa filsafat memiliki keterbatasan dan bahwa ia tidak dapat mengatasi problem semisal mukjizat, surga, neraka, dan kehidupan akhirat. Dalam semangat ini pula, al-Kindi mempertahankan penciptaan dunia ex nihilio, kebangkitan jasmani, mukjizat, keabsahan wahyu, dan kelahiran dan kehancuran dunia oleh Tuhan.
(Source: Sekilas sejarah pemikiran filosof di atas dinukil dari buku Tujuh Filsuf Pembuka Pintu Gerbang Filsafat Modern, diterbitkan oleh LKiS, dikarang oleh Zainul Hamdi -warga Averroes)
Tuhan menurut Al-KIndi adalah pencipta alam, bukan penggerak pertama. Tuhan itu Esa, Azali, Unik. Ia tidak tersusun dari materidan bentuk, tidak bertubuh dan bergerak. Ia hanyalah keesaan belaka, selain TUhan semuanya mengandung arti banyak. Sebagaimana telah diketahui, Al-Kindi banyak mempelajari filsafat Yunani, maka dalam pemikirannya banyak kelihatan unsur-unsur filsafat Yunani itu. Unsur-unsur yang terdapat dalam pemikiran filsafat Al-Kindi ialah:
1)      Aliran Pitagoras tentang matematika sebagai jalan ke arah filsafat.
2)       Pikiran-pikiran Aristoteles dalam soal-soal fisika dan metafisika, meskipun Al-Kindi tidak sependapat dengan Aristoteles tentang qadimnya alam.
3)       Pikiran-pikiran Plato dalam soal kejiwaan.
4)      Pikiran-pikiran Plato dan Aristo bersam-sama dalam soal etika.
5)      Wahyu dan Iman (ajaran-ajaran agama) dalam soal-soal yang berhubungan dengan Tuhan dan Sifat-sifatNya.
6)      Pikiran-pikiran aliran Mu'tazilah dalam penghargaan kekuatan akal dan dalam mena'wilkan ayat-ayat Qur'an.

Oleh karena pemikiran Al-Kindi banyak mendapat pengaruh filsafat Yunani, maka sebagian penulis berpendapat bahwa al-Kindi mengambil alih seluruh filsafat Yunani. Tetapi bila pemkirannya dipelajari dengan seksama, tampak bahwa pada mulanya Al-Kindi mendapat pengaruh pikiran filsafat Yunani, tetapi akhirnya Ia mempunyai kepribadian sendiri.
Dari beberapa pemikiran filsafat yang ditekuni, akhirnya Al-Kindi berkesimpulan bahwa filsafat Ketuhananlah yang mendapat derajat atau kedudukan yang paling tinggi dibandingkan dengan lainnya. Ia memandang pembahasan mengenai Tuhan adalah sebagai bagian filsafat yang paling tinggi kedudukannya. Selain itu, banyak pengamat mengatakan, bahwa yang mempengaruhi pemikiran Al-Kindi bukan hanya filsafat Yunani, akan tetapi juga Aliran Mu'tazilah yang sangat berpegang teguh terhadap Al-Qur'an dan kekuatan akla, terutama di dalam mengemukakan pendapatnya yang berhubungan dengan masalah Ketuhanan.







BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Secara etnis, al-Kindi lahir dari keluarga berdarah Arab yang berasal dari suku Kindah, salah satu suku besar daerah Jazirah Arab Selatan. Salah satu kelebihan al-Kindi adalah menghadirkan filsafat Yunani kepada kaum Muslimin setelah terlebih dahulu mengislamkan pikiran-pikiran asing tersebut. Semasa hidupnya, selain bisa berbahasa Arab, ia mahir berbahasa Yunani pula. Banyak karya-karya para filsuf Yunani diterjemahkannya dalam bahasa Arab; antara lain karya Aristoteles dan Plotinus. Sayangnya ada sebuah karya Plotinus yang diterjemahkannya sebagai karangan Aristoteles dan berjudulkan Teologi menurut Aristoteles, sehingga di kemudian hari ada sedikit kebingungan.

3.2  Kritik Dan Saran
      Alhamdulillah kami telah dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar. Namun kami sadari masih banyak kekurangan pada penulisan dan penyusunan makalah ini, baik itu dari segi penulisan sistematika penyusunan yang merupakan hal yang wajar karena kami masih dalam tahap belajar.
Kami tidak menutup diri untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca terutama Dosen pengampu Ade Nurpriatna, S.Ag dari mata kuliah Filsafat Islam, kami pun mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu.

Kritik dan Saran yang bersifat konstruktif dan membangun akan menambah ilmu dan wawasan kami untuk lebih sempurna.

Post a Comment

0 Comments