DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hadits adalah segala perkataan
(sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang
dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam.Hadits dijadikan sumber
hukum dalam agama Islam selain Al-Qur’an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini,
kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an.
Ada banyak ulama periwayat hadits,
namun yang sering dijadikan referensi hadits-haditsnya ada tujuh ulama, yakni
Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam
Nasa’i, dan Imam Ibnu Majah.
Secara garis besar ilmu-ilmu hadis dapat dikaji
menjadi dua, yaitu Ilmu hadis riwayat (riwayah) dan ilmu hadis diroyat
(diroyah).
Ilmu hadis riwayah ialah ilmu yang
membahas perkembangan hadis kepada Sahiburillah, Nabi Muhammad SAW.dari segi
kelakuan para perawinya, mengenai kekuatan hapalan dan keadilan mereka dan dari
segi keadaan sanad.
Ilmu hadis riwayah ini berkisar pada bagaimana
cara-cara penukilan hadis yang dilakukan oleh para ahli hadis, bagaimana cara
menyampaikan kepada orang lain dan membukukan hadis dalam suatu kitab.
1.2 Identifikasi Masalah
Untuk memperkaya wawasan dan
pemahaman pembaca tentang hadist terutama tentang sanad dan matan, maka dapat
disimpulkan beberapa pokok antara lain :
1.
Struktur Hadist
2.
Pengertian Sanad
3.
Pengertian Matan
4.
Klasifikasi Hadist
1.3 Rumusan Masalah
Bagaimana Kedudukan
Sanad dan Matan Hadist?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Struktur Hadits
Secara struktur, hadits terdiri atas
dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai penutur) dan matan (redaksi).
Contoh: Musaddad mengabari bahwa Yahyaa sebagaimana
diberitakan oleh Syu’bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW bahwa
beliau bersabda:
“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian
sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri”
(Hadits riwayat Bukhari)
2.1.1 Pengertian Sanad
Sanad dari segi bahasa artinya
(sandaran, tempat bersandar, yang menjadi sandaran). Sedangkan menurut istilah
ahli hadis, sanad yaitu:
Artinya :
“Jalan yang menyampaikan kepada matan hadis)”.
Artinya:
“Dikhabarkan kepada kami oleh Malik
yang menerimanya dari Nafi, yang menerimanya dari Abdullah ibnu Umar bahwa
Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah sebagian dari antara kamu membeli barang
yang sedang dibeli oleh sebagian yang lainnya. ”(Al-Hadis)
Sanad juga bisa dikatakan rantai
penutur / perawi (periwayat) hadits.Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai
dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga
mencapai Rasulullah.Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat.
Musaddad > Yahyaa > Syu’bah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad SAW Sebuah hadits dapat Jika diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadits bersangkutan adalah Al-Bukhari > memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi bervariasi dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits. [1]
Jadi yang perlu dicermati dalam
memahami Al Hadits terkait dengan sanadnya ialah : Keutuhan sanadnya –
Jumlahnya – Perawi akhirnya.
Sebenarnya, penggunaan sanad sudah
dikenal sejak sebelum datangnya Islam.Hal ini diterapkan di dalam mengutip
berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya.Akan tetapi mayoritas penerapan
sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.
2.1.2 Pengertian Matan
Matan dari segi bahasa artinya
membelah, mengeluarkan, mengikat. Sedangkan menurut istilah ahli hadis, matan
yaitu:
Artinya :
“Perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda
Nabi SAW yang disebut sesudah habis disebutkan sanadnya).”
Artinya:
“Dari Muhammad yang diterima dari Abu Salamah yang
diterimanya dari Abu Hurairah.bahwa Rasulullah SAW bersabda; “Seandainya tidak
memberatkan terhadap umatku, niscaya aku suruh mereka untuk bersiwak (menggosok
gigi) setiap akan melakukan salat. ” (Al-Hadis)
Adapun yang disebut matan dalam hadis tersebut yaitu:
Matan bisa juga dikatakan redaksi dari hadits. Dari
contoh sebelumnya maka matan hadits bersangkutan ialah:
“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian
sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri”[2]
Terkait dengan matan atau redaksi,
maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadist ialah: Ujung sanad sebagai
sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau buka, Matan hadist itu
sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih kuat sanadnya (apakah
ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran
(apakah ada yang bertolak belakang).
2.2 Klasifikasi Hadits
Hadits dapat diklasifikasikan
berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai
sanad, jumlah penutur (periwayat) serta tingkat keaslian hadits (dapat diterima
atau tidaknya hadits bersangkutan).
2.2.1 Berdasarkan Ujung Sanad
Berdasarkan klasifikasi ini hadits
dibagi menjadi 3 golongan yakni marfu’ (terangkat), mauquf (terhenti) dan
maqtu’ :
Hadits Marfu’ adalah hadits yang sanadnya berujung
langsung pada Nabi Muhammad SAW (contoh:hadits sebelumnya)
Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti
pada para sahabat nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun
perbuatan yang menunjukkan derajat marfu’. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara’id (hukum waris) menyampaikan
bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas
dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: “Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah”.
Namun jika ekspresi yang digunakan sahabat seperti “Kami diperintahkan..”,
“Kami dilarang untuk…”, “Kami terbiasa… jika sedang bersama rasulullah” maka
derajat hadits tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu’.
Hadits Maqtu’ adalah hadits yang sanadnya berujung
pada para Tabi’in (penerus).
Contoh hadits ini adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa Ibnu
Sirin mengatakan: “Pengetahuan ini (hadits) adalah agama, maka berhati-hatilah
kamu darimana kamu mengambil agamamu”.
Keaslian hadits yang terbagi atas golongan ini sangat
bergantung pada beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad maupun
penuturnya. Namun klasifikasi ini tetap sangat penting mengingat klasifikasi
ini membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah SAW dari ucapan para sahabat
maupun tabi’in dimana hal ini sangat membantu dalam area perdebatan dalam fikih
(Suhaib Hasan, Science of Hadits).
2.2.2 Berdasarkan Keutuhan Rantai / Lapisan Sanad
Berdasarkan klasifikasi ini hadits
terbagi menjadi beberapa golongan yakni Musnad, Munqati’, Mu’allaq, Mu’dal dan
Mursal.Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan
dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur diatasnya.[3]
Ilustrasi sanad : Pencatat Hadits > penutur
4> penutur 3 > penutur 2 (tabi’in) > penutur 1(Para sahabat) >Rasulullah SAW
Hadits Musnad : sebuah hadits
tergolong musnad apabila urutan sanad yang dimiliki hadits tersebut tidak
terpotong pada bagian tertentu. Yakni urutan penutur memungkinkan terjadinya
transfer hadits berdasarkan waktu dan kondisi.
Hadits Mursal : Bila penutur 1 tidak dijumpai atau
dengan kata lain seorang tabi’in menisbatkan langsung kepada Rasulullah SAW
(contoh: seorang tabi’in (penutur2) mengatakan “Rasulullah berkata” tanpa ia
menjelaskan adanya sahabat yang menuturkan kepadanya).
Hadits Munqati’ . Bila sanad putus pada salah satu
penutur yakni penutur 4 atau 3
Hadits Mu’dal : bila sanad terputus pada dua generasi
penutur berturut-turut. Hadits Mu’allaq bila sanad terputus pada penutur 4
hingga penutur 1 (Contoh: “Seorang pencatat hadits mengatakan, telah sampai
kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan….” tanpa ia menjelaskan sanad antara
dirinya hingga Rasulullah).
2.2.3 Berdasarkan Jumlah Penutur
Jumlah penutur yang dimaksud adalah
jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan beberapa
jalur berbeda yang menjadi sanad hadits tersebut.Berdasarkan klasifikasi ini
hadits dibagi atas hadits Mutawatir dan hadits Ahad.
Hadits mutawatir, adalah hadits yang diriwayatkan oleh
sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa
mereka semua sepakat untuk berdusta bersama akan hal itu. Jadi hadits mutawatir
memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan (thaqabah)
berimbang.Para ulama berbeda
pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadits mutawatir (sebagian menetapkan 20
dan 40 orang pada tiap lapisan sanad). Hadits mutawatir sendiri dapat dibedakan
antara dua jenis yakni mutawatir lafzhy (redaksional sama pada tiap riwayat)
dan ma’nawy (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap
riwayat)
Hadits ahad, hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok
orang namun tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadits ahad kemudian dibedakan
atas tiga jenis antara lain : Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad
(pada salah satu lapisan terdapat hanya satu penutur, meski pada lapisan lain
terdapat banyak penutur) Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada
salah satu lapisan) Mashur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau
lebih penutur pada salah satu lapisan) namun tidak mencapai derajat mutawatir
akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad suatu periwayatan
hadits dapat diketahui mana yang dapat diterima atau ditolak dan mana hadits
yang sahih atau tidak, untuk diamalkan.Sanad merupakan jalan yang mulia untuk
menetapkan hukum-hukum Islam.
2.3 Kedudukan Sanad Dan Matan Hadis
Para ahli hadis sangat hati-hati dalam menerima suatu
hadis kecuali apabila mengenal dari siapa mereka menerima setelah benar-benar
dapat dipercaya.Pada umumnya riwayat dari golongan sahabat tidak disyaratkan
apa-apa untuk diterima periwayatannya. Akan tetapi mereka pun sangat hati-hati
dalam menerima hadis .
Pada masa Abu bakar r.a. dan Umar r.a. periwayatan
hadis diawasi secara hati-hati dan tidak akan diterima jika tidak disaksikan
kebenarannya oleh seorang lain. Ali bin Abu Thalib tidak menerima hadis sebelum
yang meriwayatkannya disumpah. Meminta seorang saksi kepada perawi, bukanlah
merupakan keharusan dan hanya merupakan jalan untuk menguatkan hati dalam
menerima yang berisikan itu.Jika dirasa tak perlu meminta saksi atau sumpah
para perawi, mereka pun menerima periwayatannya.
Adapun meminta seseorang saksi atau menyeluruh perawi
untuk bersumpah untuk membenarkan riwayatnya, tidak dipandang sebagai suatu
undang-undang umum diterima atau tidaknya periwayatan hadis.Yang diperlukan
dalam menerima hadis adalah adanya kepercayaan penuh kepada perawi.Jika
sewaktu-waktu ragu tentang riwayatnya, maka perlu didatangkan saksi/keterangan.
Kedudukan sanad dalam hadis sangat penting, karena
hadis yang diperoleh / diriwayatkan akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya.
Dengan sanad suatu periwayatan hadis dapat diketahui mana yang dapat diterima
atau ditolak dan mana hadis yang sahih atau tidak, untuk diamalkan.Sanad
merupakan jalan yang mulia untuk menetapkan hukum-hukum Islam.[4]
Ada beberapa
hadis dan atsar yang menerangkan keutamaan sanad, di antaranya yaitu:
Diriwayatkan oleh muslim dari Ibnu Sirin, bahwa beliau berkata:
Artinya:
“Ilmu ini (hadis ini), idlah agama, karena itu
telitilah orang-orang yang kamu mengambil agamamu dari mereka,” Abdullah lbnu
Mubarak berkata:
Artinya:
“Menerangkan sanad hadis, termasuk tugas agama
Andaikata tidak diperlukan sanad, tentu siapa saja dapat mengatakan apa yang
dikehendakinya.Antara kami dengan mereka, ialah sanad.Perumpamaan orang yang
mencari hukum-hukum agamanya, tanpa memerlukan sanad, adalah seperti orang yang
menaiki loteng tanpa tangga.”
Asy-Syafii berkata.
Artinya:
“Perumpamaan orang yang mencari (menerima) hadis tanpa
sanad, sama dengan orang yang mengumpulkan kayu api di malam hari ”
Perhatian terhadap sanad di masa sahabat yaitu dengan
menghapal sanad-sanad itu dan mereka mempuyai daya ingat yang luar biasa. Dengan
adanya perhatian mereka maka terpelihara sunnah Rasul dari tangan-tangan ahli
bid’ah dan para pendusta. Karenanya pula imam- imam hadis berusaha pergi dan
melawat ke berbagai kota untuk memperoleh sanad yang terdekat dengan Rasul yang
dilakukan sanad ‘aali
Ibn Hazm mengatakan bahwa nukilan orang kepercayaan
dari Orang yang dipercaya hingga sampai kepada Nabi SAW.dengan
bersambung-sambung perawi-perawinya adalah suatu keistimewaan dari Allah
khususnya kepada orang-orang Islam. Memperhatikan sanad riwayat adalah suatu
keistimewaan dari ketentuan-ketentuan umat Islam.[5]
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :
3.1.1. Secara struktur, hadits terdiri atas dua
komponen utama yakni sanad/isnad (rantai penutur) dan matan (redaksi).
3.1.2 Sanad dari segi bahasa artinya (sandaran, tempat
bersandar, yang menjadi sandaran). Sedangkan menurut istilah ahli hadis, sanad
yaitu: Jalan yang menyampaikan kepada matan hadis. Sanad juga dikatakan sebagai
rantai penutur / perawi (periwayat) hadits.Sanad terdiri atas seluruh penutur
mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits)
hingga mencapai Rasulullah.Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat.
3.1.3. Matan dari segi bahasa artinya membelah,
mengeluarkan, mengikat. Sedangkan menurut istilah ahli hadis, matan yaitu: Perkataan
yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi SAW yang disebut sesudah habis
disebutkan sanadnya. Matan juga bias dikatakan redaksi hadist. Terkait
dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadist
ialah: Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad
atau buka, Matan hadist itu sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang
lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan
selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).
3.1.4. Hadits dapat diklasifikasikan berdasarkan
beberapa kriteria yakni bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah
penutur (periwayat) serta tingkat keaslian hadits (dapat diterima atau tidaknya
hadits bersangkutan).
3.1.5. Kedudukan sanad dalam hadis sangat penting,
karena hadis yang diperoleh / diriwayatkan akan mengikuti siapa yang
meriwayatkannya. Dengan sanad suatu periwayatan hadis dapat diketahui mana yang
dapat diterima atau ditolak dan mana hadis yang sahih atau tidak, untuk
diamalkan.Sanad merupakan jalan yang mulia untuk menetapkan hukum-hukum
Islam.Ada beberapa hadis dan atsar yang menerangkan keutamaan sanad.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
majid khon,ulumul hadis, Jakarta: amzah, 2009
Al-Lughah
Al-Arabiyah, Majma,
Al-mu’jam Al-wajiz, tt
M.
syuhudin ismail, kaidah kesahihan sanad hadis, tt
Teungku
Muhammad hasbin ash-shiddieqy, Ilmu hadist, semarang: PT.pustaka rizki putra 2010
[1]Majma’ Al-Lughah Al-Arabiyah, Al-mu’jam
Al-wajiz, hlm.368
[2] Suyitno, studi ilmu-ilmu hadist,(
yogyakarta: IAIN Raden Fatah Palembang 2006 ).hlm.83.
[3] Teungku Muhammad hasbin ash-shiddieqy, Ilmu
hadist,( semarang: PT.pustaka
rizki putra 2010 ).hlm. 147-148
[5]M. syuhudin ismail, kaidah kesahihan sanad
hadis.hlm. 64
0 Comments
Terima Kasih telah berkunjug ke Artikel Saya, Silahkan Komnetar di Halaman bawah ini. Jadilah Pengutip yang Baik.