ILMU KALAM
KHALAF &
SALAF
DOSEN PEMBIMBING : DRA.MURTININGSIH,
M.Pd.I
Nama Kelompok :
v M.AYEBCIK (14340034)
v M.SYARIYANSAH (14340036)
v HERMAWAN PRATAMA (14340025)
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
USHULUDDIN
DAN PEMIKIRAN ISLAM
AQIDAH
FILSAFAT
TAHUN
2014
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan seluruh alam.
Yang telah memberi kami kesempatan dan kesehatan sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada suri tauladan
kita dan junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang diutus sebagai rahmat bagi
semesta alam, berserta keluarga dan para sahabatnya serta para pengikutnya yang
setia sampai hari kemudian.
Makalah
atau buku ini kami buat dengan maksud untuk menunaikan tugas kami mengenai
Sejarah kebudayaan islam. Kami berharap penyusunan dalam bentuk makalah ini
akan memberi banyak manfaat dan memperluas ilmu pengetahuan kita.
Dan
kami menyadari didalam penyusunan ini mungkin masih belum sempurna dan terdapat
kesalahan dalam penyusunannya, kami mohon untuk bimbingan dan kritik serta
saran yang bersifat membangun.
Akhirnya,
hanya kepada Allah SWT kami mohon, semoga usaha ini merupakan usaha yang murni
bagi-Nya dan berguna bagi kita sekalian sampai hari kemudian.
Bab I
Pendahuluan
1.1 LatarBelakang
Kaumahlussunnahwaljamaahmunculpadaabadke 3 h.
Sebagaireaksidarifirqah yang sesat, makapadaakhirabadke 3 H
timbullahgolongan yang dikenalisebagaiAhlussunnahwalJamaah yang dipimpinoleh 2
orang ulamabesardalamUsuluddinyaituSyeikh Abu Hassan Ali Al Asy’aridanSyeikh
Abu Mansur Al Maturidi.
PerkataanAhlussunnahwalJamaahkadang-kadangdisebutsebagaiAhlussunnahsajaatau
Sunni
sajadankadang-kadangdisebutAsy’ariatauAsya’irahdikaitkandenganulamabesarnya
yang pertamayaitu Abu Hassan Ali Asy’ari.
Sejarahringkasulamabesariniadalah: Nama lengkapbeliauadalah Abu
Hasan Ali bin Ismail bin AbiBasyar bin Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdillah
bin Musa bin Bilal bin AbiBurdah bin Abi Musa Al Asy’ari. Abi Musa
iniadalahseorangsahabatNabi yang terkenaldalamsejarah Islam. Abu Hassan lahir
di Basrah, Iraq padatahun 260H yakni 55 tahunsesudahmeninggalnya Imam As
Syafiedanmeninggal di Basrahjugapadatahun 324H dalamusia 64 tahun.
Beliaupadamulanyaadalah murid daripadabapatirinyaseorangulamabesarkaumMuktazilah,
Syeikh Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab Al Jabai,
tetapikemudianbeliaubertaubatdankeluardaripadagolonganMuktazilahitu.
Pada masa itu, banyaksekaliulamaMuktazilahmengajar di Basrah,
Kufahdan Baghdad. Ada 3 orang KhalifahAbbasiyahyaituMalmun bin Harun ArRasyid,
Al Muktasimdan Al
Watsiqadalahkhalifah-khalifahpenganutfahamanMuktazilahatausekurang-kurangnyapenyokongutamadaripadagolonganMuktazilah.
Dalamsejarahdinyatakanbahwapada zaman ituterjadilahapa yang
dinamakanfitnah ”Al-Quran Makhluk” yang mengorbankanberibu-ribuulama
yang tidaksefahamandengankaumMuktazilah. Pada masa Abu Hassan Al
Asy’arimudaremaja, ulama-ulamaMuktazilahsangatbanyak di Basrah,Kufahdan
Baghdad. Masa itu zaman gilanggemilangbagimereka,
karenafahamannyadisokongolehpemerintah.
1.2 RumusanMasalah
a.ApaituAhlulsunnah?
b.ApaituKhalafdanSalaf?
b. Tokoh-tokohKhalafdanSalaf?
c. Pemikiran-pemikiranKhalafdanSalaf!
1.3 TUJUAN
Tujuan merupakan arah terakhir dari suatu kegiatan, tanpa tujuan yang
telah ditentukan sebelumnya makalah ini tidak akan sampai pada tujuan. Adapuntujuanpenyusunanmakalahiniadalah :
- UntukmemenuhitugasmatakuliahIlmuKalam
- Dengan mempelajari Aliran Salaf &Khalaf sehingga
kita mengerti dan memahami Misi dari kedua aliran tersebut.
Bab II
Pembahasan
2.1
Pengertian
ahlussunnah wal-jama’ah
Ahlussunnah
artinya orang yang mengerti atau orang yang mengetahui dan mengamalkan sunnah,
sedang Al-jama’ah adalah orang yang mengikuti sunnah, sedangkan Al-jama’ah
adalah orang-orang ang mengamalkan dan melaksanakan atau orang yang berpegang
teguh dengan sunnah Nabi saw, dan para sahabatnya secara utuh dan penuh.
2.1.1
Awal dan sebab
munculnya golongan ahlussunnah wal-jama’ah
Sebelum
muncul aliran-aliran islam seperti Mu’tazilah,
syi’ah, khawarij, jabariyah, Qodariyah dan lain-lain, belum ada aliran
tertentu, sebab ummat islam seluruhnya mengikuti ajaran Rasulullah saw, secara
utuh, penuh dan konsekwen serta konsisten tanpa ada yang membuat-buat aliran
tertentu.
Golongan
ahlussunnah wal-jama’ah ini mulai muncul pada masa pemerintahan Khalifah Abu
ja’far Al-Manshur (754-775) dan berkembang pesat pada
2.1.2
CIRI-CIRI AJARAN
AHLUSSUNNAH WAL-JAMA’AH
Golongan yang berpegang teguh dengan
ajaran islam secara utuh dan penuh adalah:
1.
Mengakui dan
mengimani bahwa Tuhannya adalah Allah semata, tanpa menduakannya.
2.
Meyakini dan
mengimani bahwa Muhammad saw, adalah Nabi utusan Allah SWT. Dan tidak mengakui
siapapun dan makhluk apapun sebagai Nabi setelah Rasulullah saw.
3.
Meyakini dan
mengimani bahwa Al-Quran Mushaf Utsman adalah kitab sucinya tanpa menduakannya
4.
Tidak mengagkat
atau menjadikan atau mengakui amir atau imamnya sebagai nabi atau meyakinnya
amir mempunyai otoritas kenabian.
5.
Tidak mewajibkan
setiap yang masuk kelompoknya di babtis terlebih dahulu, karena dalam Islam
tidak ada babtis membabtis.
6.
Mengimani dan
mempercayai bahwa Rukun Iman Hanya ada enam. Dan menolak semua jenis rukun iman
yang tidak ditetapkan oleh islam
7.
Mengimani dan
mempercayai bahwa Rukun Islam yang benarnya ada Lima dan menolak semua jenis
Rukun Islam palsu buatan dajjal-dajjal pembohong.
8.
Mengimani dan
meyakini bahwa Al-Quran adalah Kamullah dan bukan Makhluk
9.
Mengimani dan
mempercayai bahwa Allah mempunyai nama-nama dan sifat-sifat yang patut bagi
keagungan-Nya.
10.
Mengimani dan
meyakini adanya kemu’jizata Al-Quran Al-Karim.
11. Mengimani
dan mempercayai bahwa Al-Quran yang benar adalah Mushaf Utsman.
Mempercayai
dan meyakini serta menggunakan hadits Rasulullah saw, sebagai dasar hukum kedua
setelah Al-Quran dan bukan malah mengingkari hadits Nabi seperti yang di
lakukan oleh orang-orang Inkarussunnah[1]
2.2 Definisi Salaf dan Khalaf
Banyak
beragam definisi yang telah dikemukakan para pakar mengenal definisi salaf dan
khalaf.
Menurut Thablawi Mahmud Sa'ad, salaf
artinya ulama terdahulu. Salaf terkadang di maksudkan untuk merujuk generasi
sahabat, tabii, tabi tabiin, para pemuka abad ke-3H, dan para pegikutnya pada
abad ke-4yang terdiri atas para muhadditsin dan sebagainya. Salaf Berarti pula
ulama-ulama saleh yang hidup pada tiga abad pertama islam.[2]
W. Montgomery Watt menyatakan bahwa
gerakan salafiyah berkembang terutama di Baghdad pada abad ke-13. Pada masa
itu, terjadi gairah menggebu-gebu yang di warnai fanatisme kalangan kaum
Hanbali. Sebelum akhir abad itu, terdapat sekolah-sekolah Hanbali di Jerussalem
dan Damarkus. Di Darmakus kaum Hanbali semakin kuat dengan kedatangan para
pengungsi dari Irak yang disebabkan serangan Mongol atas Irak. Di antara
pengungsi itu terdapat satu keluarga dari Harran, yaitu keluarga Ibn Taimiah.
Ibn Taimiah (1263-1328 M) adalah seorang ulama besar penganut Imam Hanbaku yang
ketat.
Kata khalaf biasanya di gunakan untuk merujuk para ulama
yang lahir setelah abad ke-III H dengan karakteristik yang bertolak belakang
dengan yang dimiliki salaf. Karakteristik yang paling menonjol dari khalaf
adalah penakwilan terhadap sifat-sifat Tuhan yang serupa dengan makhluk pada
pengertian yang sesuai dengan ketinggian dan kesucian-Nya.
Adapun ungakapan Ahlussunnah (sering
disebut dengan Sunni) dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu umum dan
khusus. Sunni dalam pengertian umum adalah lawan kelompok Syi'ah. Dalam
pengertian khusus adalah mazhab yang berada dalam barisam Asy'ariah dan
merupakan lawan Mu'tazilah.
Selanjutnya, terna Ahlussunnah banyak digunakan
sesudah timbulnya aliran Asy'ariah dan Maturdiah, dua aliran yang menentang
ajaran-ajaran Mu'tazilah.
2.3 Tokoh-tokoh dan
Pemikirannya
2.3.1 Imam Ahmad bin
Hanbal (780-855 M)
a.
Riwayat Hidup Singkat Ibn Habal
Ibn
Hanbal dilahirkan di Baghdad tahun 164 H/ 780 M, dan meninggal 241H/855M. Ia sering dipanggil
Abu Abdillah karena salah seorang anaknya bernama Abdillah. Ia lebih dikenal
dengan nama Imam Hanbali karena menjadi pendiri mazhab Hanbali. Ibunya bernama
Shahifah binti Maimunah binti Abdul Malik binti Sawadah binti Hindur
Asy-Syaibani, bangsawan Bani Amir. Ayahnya bernama Muhammad bin Hanbal bin
Hilal bin Asas bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin Auf
bin Qasit bin Mazin bin Syaiban bin Dahal bin Akabah bin Sya'b bin Ali bin
Jadlah bin Asad bin Rabi'al-Hadis bin Nizar. Di dalam keluarga Nizar ini
tampaknya Imam Ahmad bertemu keluarga nenek moyangnya, Nabi Muhammad SAW.[3]
Ayahnya meninggal ketika Ibn Hanbal
masih berusia muda. Meskipun demikian, ayahnya telah mengawalinya memberikan
pendidikan Al-Quran. Pada usia 16 tahun, ia belajar Al-Quran dan ilmu-ilmu
agama lainnya kepada ulama-ulama Baghdad.
Ibn Hanbal dikenal sebagai seorang
Zahid. Hampir setiap hari ia berpuasa dan tidur hanya sedikit pada malam hari.
Ia juga dikenal sebagai seorang dermawan.
Sebagai
orang yang teguh pendirian, ketika Khalifah Al-Makmum mengembangkan mazhab
Mu'tazilah, Ibn Hanbal menjadi korban "mihnah" karena tidak mengakui bahwa Al-Quran itu
makhluk, sehingga ia harus masuk penjara. Setelah AL-Mutawakil naik tahta, Ibn
Hanbal memperoleh kebebasan. Pada masa ini, ia memperoleh penghormatan dan
kemuliaan.
b.
Pemikiran Teologi Ibn Hanbal
1)
ayat-ayat mustasyabihat
dalam memahami ayat-ayat Al-Quran,
Ibn Hanbal lebih menyukai pendekatan lafdzu (tekstual) dari pada
pendekatan takwil, terutama yang berkaitan dengan sifat-sifat Tuhan dan
ayat-ayat mutasyabihat. Hal itu terbukti ketika ia ditanya tentang penafsiran
ayat:
artinya:
ß`»oH÷q§9$#n?tãĸöyèø9$#3uqtGó$#ÇÎÈ
"(Yaitu) yang
Maha pengasih, yang bersemayam di atas 'Arsy." Q.S. Thaha [20]:5)
Dalam hal ini,
Ibn Hanbal menjawab:
Artinya:
"istiwa'
di atas arasy terserah dia dan bagaimana dia kehendaki dengan tiada batas dan
tiada seorang pun yang sanggup menyifatinya.
Kemudian, ketika
ditanya tentang mekna hadits nuzul (Tuhan turun ke langit dunia), ru'yah
(orang-orang beriman melihat Tuhan di akhirat), dan hadis tentang telapak
kaki Tuhan, Ibn Hanbal menjawab:
Artinya:
"kita
mengimani dan membenarkannya, tanpa mencari penkelasan cara dan maknanya."
Dari pernyataan di atas, Ibn Hanbal
tampaknya bersikap menyerah (tafwidh) makna-makna ayat dan hadis
mutasyabihat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan menyucikan-Nya dari keserupaan
dengan makhluk. Ia sama sekali tidak menakwilkan pengertian lahirnya.
b. Status
Al-Quran
Salah satu persoalan teologis yang
dihadapi Ibn Hanbal yang kemudian membuatnya dipenjara beberapa kali adalah
tentang status Al-Quran, apakah diciptakan (makhluk) karena hadis (baru)
ataukah tidak diciptakan karena qadim. Paham yang diakui oleh pemerintah resmi pada
saat itu, yaitu Dinasti 'Abbasiah di bawah kepemimpinan Khalifah
Al-Ma'mun,Al-Mu'tashim, dan Al-Watsiq adalah paham Mu'tazilah, yaitu Al-Quran
tidak bersifat qadim, tetapi baru dan diciptakan. Sebab, paham adanya qadim
di samping Tuhan, bagi Mu'tazilah
berarti menduakan Tuhan. Menduakan Tuhan berarti syirik dan dosa besar yang
tidak diampuni Tuhan. Ia hanya Mengatakan bahwa Al-Quran tidak di ciptakan. ini
sejalan dengan pola pikirnya yang menyerahkan ayat-ayat yang berhubungan dengan
sifat Allah kepada Allah dan Rasul-Nya.
2.3.2 Ibnu Taimiyah
a. Riwayat Hidup
Ibnu Taimiyah
Nama lengkapnya adalah taqiyuddin
Ahmad bin Abdil Halim bin Taimiyah, lahir di Haman, Wilayah irak, 10 Rabiul Awal
661H/22 Januari 1263 M dan meninggal pada 20 Dzul Qa’dah 728 H/26 September
1328 M. Beliau dibesarkan oleh keluarga yang taat beragama dan berguru kepada
Syaikh Ali Abd. Al-Qawi, Ulama terkenal pada zamannya.[4]
Beliau mempelajari Al-Qur’an,
al-Hadis, bahasa dan sastra arab, matematika, sejarah kebudayaan, logika,
filsafat dan hukum.
Meskipun
pada masanya, Bani Buwaihi menyokong dan menanamkan mahzab Syafe’I dalam fiqih
dan aliran Asy’ariah dalam lapangan kalam, namun keadaan itu tidak
menghalang-halanginya untuk mendalami pendapat-pendapat Imam Ahmad bin Hambal
dalam lapangan fiqih maupun aqidah, sampai beliau menjadi tokoh golongan
Hanabilah. Diantara muridnya yang setia dan kenamaan pula ialah Ibnul Qayyim.
Ibn Taimiah terkenal dengan
kecerdasan sehingga pada usia 17 tahun telah dipercaya masyarakat untuk
memberikan pandangan-pandangan mengenai masalah hukum secara resmi. Para ulama
lawan Ibn Taimiah yang sangat risau oleh serangan-serangannya, serta iri hati
terhadap kedudukannya di Istana Gubernur Damaskus, telah menjadikan
pemikiran-pemikiran Ibn Taimiah sebagai landasan untuk menyerangnya. Dikatakan
oleh lawan-lawannya bahwa pemikiran Ibn Taimiah sebagai klenik,
antropomorfisme, sehingga pada awal 1306 M Ibn Taimiah dipanggil ke Kairo.
Sesuai keputusan pengadilan kilat, akhirnya id dipenjarakan.
2. Pemikiran
teologi Ibnu Taimyiah
Pikiran-pikiran Ibnu Taimyiah,
seperti dkatakan Ibrahim Madzkur adalah sebagai berikut:
- Berpengang
teguh pada nash (teks Al-Quran
dan Al-Hadis),
- Tidak
memberikan ruang gerak yang bebas pada akal,
- Berpendapat
bahwa Al-Quran mengandung semua ilmu agama,
- Di
dalam Islam yang diteladani hanya tiga generasi (sahabat, tabiin, dan
tabii tabiin)
- Allah
memiliki sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid dan tetap
mentazihkan-Nya.
- Ibn
Taimiah mengkritik Imam Hambali dengan mengatakan bahwa apabila kalamullah qadim, kalamnya pasti qadim pula.
Berikut
pandangan-pandangan Ibn Taimiah tentang sifat-sifat Allah.
- Percaya
sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang ia sendiri atau Rasul-Nya
menyifati. Sifat-sifat yang dimaksud adalah:
1) Sifat
salbiah, yaitu qidam, baqa’,
mukhalafatu lil hawaditsi, qiyamuhu bi nafsihi, dan wahdaniyah;
2) Sifat
ma’ani, yaitu qudrah, iradah, sama’, bahsar, hayat, ilmu, dan kalam;
3) Sifat
khabariah (sifat-sifat yang
diterangkan Al-Quran dan Hadis meskipun akal bertanya-tanya tentang maknanya),
seperti keterangan yang menyatakan bahwa Allah di langit; Allah di atas ‘Arasy;
Allah turun ke langit dunia; Allah dilihat oleh orang beriman di surga kelak;
wajah, tangan, dan mata Allah.
4) Sifat
dhafiah, meng-idhafat-kan atau menyandarkan nama-nama Allah pada alam makhluk,
seperti rabb al-alamin,khaliq a-kaun, dan
falik al-hubb wa an-nawa.
- Percaya
sepenuhnya terhadap nama-nama-Nya, yang Allah atau Rasul-Nya sebutkan,
seperti al-awwal, al-akhir,
azh-zhahir, al-bathin, al-‘alim, al-qadir, al-hayy, al-qayyum, as-sami’, dan
al-bashir.
- Menerima
sepenuhnya sifat-sifat dan nama-nama Allah dengan:
1) Tidak
mengubah maknanya pada makna yang tidak di kehendaki lafaz(min ghair tahrif);
2) Tidak
menghilangkan pengertian lafaz (min ghair
ta’thil);
3) Tidak
menginkarinya (min ghair ilhad);
4) Tidak
mengambarkan bentuk Tuhan, baik dalam pikiran, hati maupun dengan indra (min ghair takyif at-taky’f)
5) Tidak
menyerupakan (apalagi menyamakan) sifat-sifat-Nya dengan sifat-sifat
makhluk-Nya(min ghair tamtsil rabb
al-‘alamin). Hal ini disebabkan bahwa tiada sesuatu pun yang dapat
menyamai-Nya, bahkan yang menyerupai-Nya pun tidak ada.[5]
Pandangan
ibnu Taimiyah dalam bidang teologi di antaranya adalah sebagai berikut :
- Akal
manusia dapat mengetahui secara pasti (dlaluri) bahwa mestilah ada mawujud
yang kadim yang tidak perlu selain Tuhan. Sebab, kita menyelesaikan
tentang baharunya semua yang kita saksikan ini seperti tumbuh-tumbuhan,
hewan dan lain-lain.
- Bagi
Ibnu Taimiyah, batasan iman menurut Syara’ yang tidak lain hanya menurut
bahasa. Yakni membenarkan dengan hati tentang keesaan Tuhan dan kerasulan
Nabi Muhammad SAW itu tidak benar. Batasan iman yang benar adalah mencakup
perkataan hati dan lidah, serta perbuatan hati, lidah dan anggota badan.
Iman itu bertambah karena ketaatan dan berkurang karena kedurhakaan atau
melakukan dosa/maksiat.[6]
- Tentang
perbuatan Tuhan, menurut Ibnu Taimiyah bahwa Allah hanya melakukan
perbuatan yang baik dan berdasarkan hikmat tertentu wajib menjaga
kemaslahatan manusia (Dahlan 1987:130). Dengan demikian, pandangan tentang
perbuatan Tuhan nampak sangat dekat dengan pandangan Mu’tazilah yang
menegaskan bahwa Tuhan hanya berbuat yang baik (Khair), dan Jauh
berbeda dengan pendapat Asy’ariah yang menegaskan bahwa perbuatan Tuhan
muncul bukan karena sebab atau hikmah tertentu namun disebabkan oleh
kehendaknya yang mutlak.
- Metode
salaf berkaitan dengan arti zhahir dari nas-nas al-Qur’an dan hadis,
tidaklah berarti mengambil pengertian menyamakan Tuhan dengan makhluknya.
Metode salaf yang berkaitan dengan sifat-sifat Tuhan adalah
meng-itsbat-kan apa yang di-itsbat-kan Allah dan Rasul-Nya, menafikkan apa
yang dinafikan oleh Allah dan Rasul-Nya, tanpa Takyif (menanyakan
bagaimana), tanpa tamsil (menyamakan-Nya dengan makhluk-Nya). Tanpa Tahrif
(merobah arti), maupun tanpa ta’thil (mengosongkan sifat-sifat) (Dahlan,
1987:126-127).
2.3.3 Muhammad
bin Abdul Wahhab
Muhammad bin
Abdul Wahhab lahir pada tahun 1115 H/1703 M di Uyainah, Saudi Arabia. Ayahnya
bernama Syekh Abdul Wahab, Seorang penganut ulama terkenal penganut mahzab
Hambali yang menjadi hakim di Uyainah. Selain ayahnya, Kakeknya pun Syekh
Sulaiman bin Ali, adalah seorang ulama terkemuka, bahkan menjadi Mufti di
Nejed.
Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab
dalam rangka memperbaiki kedudukan umat islam muncul bukan karena reaksi
terhadap suasana politik, namun justru sebagai reaksi terhadap paham tauhid
yang telah rusak ketika itu. Tauhid yang murni telah terintervensi oleh
ajaran-ajaran tarekat. Betapa tidak, bahwa ajaran tauhid yang didakwahkan oleh
nabi Muhammad SAW sudah bercampur dengan Khurafat. Pada masa itu, umat islam
sangat gemar mempraktekan kasaktian azimat maupun tasbih. Mereka mendatangi
kuburan orang-orang yang dianggap memiliki kekeramatan, dan dijadikan perantara
kepada Allah SWT.
Keyakinan diatas, Menurut paham
Muhammad bin Abdul Wahhab dapat dikatakan syirik atau Poloiteisme. Syirik
merupakan dosa yang paling besar dalam Islam, hal itu tidak diampuni Oleh Allah
SWT.
Tauhid
merupakan ajaran yang paling mendasar dalam islam, Karena itu bagi Muhammad bin
Abdul wahhab hal tersebut sebagai persoalan yang membutuhkan perhatian yang
serius dan pada gilirannya ia berpendapat sebagai berikut :[7]
- Yang
boleh harus disembah hanyalah Allah SWT. Oleh karena itu, orang yang
menyembah kepada selain Allah SWT termasuk musyrik dan boleh dibunuh.
- Mayoritas
umat islam bukan lagi penganut paham tauhid yang benar. Hal ini disebabkan
mereka mau meminta pertolongan kepada selain Allah. Tetapi justru kepada
Syekh atau wali yang telah meninggal dunia maupun kekuatan ghaib. Orang
islam demikanpun telah menjadi musyrik.
- Menyebut
nama nabi, syekh maupun malaikat sebagai pengantar dalam do’a juga
merupakan musyrik.
- Meminta
syafa’at kepada selain Allah pun termasuk syirik.
- Lebih
jauh lagi, bernazar kepada selain Allah juga syirik.
- Mendapatkan
pengetahuan selain dari Al-Qur’an, hadis, dan qias merupakan kekufuran,
demikian halnya menafsirkan al-Qur’an dengan interpretasi bebas atau
takwil.
- Tidak
percaya kepada kada dan kadar Allah juga merupakan kekufuran.
- Menafsirkan
al-Qur’an dengan interpretasi bebas atau takwil pun termasuk kekufuran.[8]
2.3.4 Al-Asy’ari
(875-935 M)
Nama lengkap Al-Asy’ari adalah Abu
Al-Hasan ‘Ali bin Isma’il bin Ishaq bin Salim bin Isma’il bin Abdillah bin Musa
bin Bilal bin Abi Budrah bin Abi Musa Al-Asy’ari. Menurut beberapa riwayat,
Al-Asy’ari lahir di Bashrah pada tahun 206 H/875 M. setelah berusia lebih dari
40 tahun, beliau hijrah ke baghdad dan wafat di sana pada tahun 324 H/935 M.
Menurut Ibn ‘Asakir, ayahnya
Al-Asy’ari adalah seorang yang berpaham Ahlusunnah dan ahli hadis.
Beliau wafat ketika Al-Asy’ari masih kecil. Sebelum beliau wafat, beliau sempat
berwasiat kepada seorang sahabat yang bernama Zakaria bin Yahya As-Saji agar
mendidik Al-Asy’ari. Ibunya menikah lagi dengan seorang tokoh Mu’tazilah yang
bernama Abu ‘Ali Al-Jubba’I, Ayah kandung Abu Hasyim Al-Jubba’i.
Al-Asy’ari menganut paham Mu’tazilah
hanya sampai usia 40 tahun. Setelah itu, secara tiba-tiba beliau mengumumkan
dihadapan jamaah masjid Bashrah bahwa dirinya telah meninggalkan paham
Mu’tazilah dan akan menunjukkan keburukan-keburukannya.
Pemikiran-pemikiran
Al-Asy’ari yang terpenting adalah sebagai berikut.
a) Tuhan
dan sifat-sifatnya.
Al-Asy’ari
dihadapkan pada dua pandangan yang ekstem. Pada satu pihak, beliau berhadapan
dengan kelompok sifatiah (pemberi sifat), kelompok Mujassimah
(antropomorfis), dan kelompok musyabbihah yang berpendapat bahwa Allah
mempunyai semua sifat yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah bahwa
sifat-sifat itu harus dipahami menurut arti harfiahnya. Pada pihak lain, beliau
berhadapan dengan kelompok mu’tazilah yang berpendapat bahwa sifat-sifat Allah
tidak lain selain ensensi-Nya, dan tangan, kaki, telinga Allah atau Arsy atau
kursi tidak boleh diartikan secara harfiah, tetapi harus dijelaskan secara
alegoris.
b) Kebebasan
dalam berkehendak (free-will)
Manusia
memiliki kemampuan untuk memilih dan menentukan serta mengaktualisasikan
perbuatannya. Al-Asy’ari mengambil pendapat menengah diantara dua pendapat yang
ekstrem, yaktu Jabariah yang fatalistik dan menganut paham pra-determinisme
semata-mata, dan Mu’tazilah yang menganut paham kebebasan mutlak dan
berpendapat bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri.[9]
c) Qadimnya
Al-Qur’an
Al-Asy’ari
dihadapkan pada dua pandangan ekstrem dalam persoalan Qadimnya Al-Qur’an;
Mu’tazilah yang mengatakan bahwa Al-Qur’an diciptakan (mahluk), tidak qadim
serta pandangan mahzab Hanbali dan Zahiriah yang mengatakan bahwa Al-Qur’an
adalah kalam Allah (yang qadim dan tidak diciptakan). Bahkan, Zahiriah
berpendapat bahwa semua huruf, kata-kata, dan bunyi Al-Qur’an adalah qadim.
Dalam rangka mendamaikan kedua pandangan yang saling bertentangan itu,
Al-Asy’ari mengatakan bahwa walaupun Al-Qur’an terdiri atas kata-kata, huruf,
dan bunyi, tetapi hal itu tidak melekat pada esensi Allah dan tidak qadim.
Nasution mengatakan bahwa Al-Qur’an bagi Al-Asy’ari tidak diciptakan sebab
apabila diciptakan, sesuai dengan ayat :
$yJ¯RÎ)$uZä9öqs%>äóÓy´Ï9!#sÎ)çm»tR÷ur&br&tAqà)¯R¼çms9`ä.ãbqä3usùÇÍÉÈ
40. Sesungguhnya Perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami
menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "kun (jadilah)",
Maka jadilah ia.
2.3.5 Al-Maturidi
Abu Manshur Muhammad ibn Muhammad
ibn Mahmud Al-Maturidi.Iadilahirkan di sebuahkotakecil di daerahSamarkan yang
bernamaMaturid, di wilayahTrmsoxiana di Asia Tengah, daerah yang
sekarangdisebut Uzbekistan. Tahunkelahirannyatidakdiketahuipasti,
hanyadiperkirakansekitarpertengahanabad ke-3 hijriyah.Iawafatpadatahun 333
H/944 M. gurunyadalambidangfiqihdanteologi yang bernamaNasyr bin Yahya
Al-Balakhi, iawafatpadatahun 268 H. al-Maturidihiduppada masa khalifah
Al-Mutwakil yang memerintahpadatahun 232-274 H/847-861 M.[10]
a.
Doktrin-doktrinTeori
Al-Maturidi[11]
1.
akaldanwahyu
2.
perbuatanmanusia
3.
kekuasaaandankehendakmutlakTuhan
4.
sifatTuhan
5.
MelihatTuhan
6.
KalamTuhan
7.
PerbuatanManusia
8.
PengutusanRasul
9.
Pelakuandosabesar.
2.4 Kewajiban Mengikuti
generasi Salaf
Mengenai kewajiban mengikuti Salafus
Shalih bukanlah perkara Bid’ah, bahkan ini adalah perkara wajib sebagaimana
dalam ayat secara jelas Allah SWT mengatakan :
`tBurÈ,Ï%$t±çtAqߧ9$#.`ÏBÏ÷èt/$tBtû¨üt6s?ã&s!3yßgø9$#ôìÎ6FturuöxîÈ@Î6ytûüÏZÏB÷sßJø9$#¾Ï&Îk!uqçR$tB4¯<uqs?¾Ï&Î#óÁçRurzN¨Yygy_(ôNuä!$yur#·ÅÁtBÇÊÊÎÈ
“. dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran
baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan
ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu[348] dan Kami masukkan
ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”. (An-Nisaa’: 115).
Dalam ayat ini Allah SWT telah memberi ultimatum
keras terhadap siapa saja yang menyelisihi Rasulullah dan menyanggah beliau.
Kemudian ayat tersebut dilanjutkan dengan firman-Nya:
“
Dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang yang beriman.”
Tidak syak lagi bahwa yang dimaksud orang-orang
mukmin, yang mana Allah telah memberi ultimatum kepada siapa saja yang
menyelisihi mereka, adalah orang-orang yang telah diisyaratkan dalam ayat
sebelumnya:
“Orang-orang
muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah
ridha kepada mereka dan mereka juga ridha kepada-Nya”.[12]
BAB III
Penutup
1.
Kesimpulan
Ahlussunnah
artinya orang yang mengerti atau orang yang mengetahui dan mengamalkan sunnah, sedang
Al-jama’ah adalah orang yang mengikuti sunnah, sedangkan Al-jama’ah adalah
orang-orang ang mengamalkan dan melaksanakan atau orang yang berpegang teguh
dengan sunnah Nabi saw, dan para sahabatnya secara utuh dan penuh.
Menurut Thablawi Mahmud Sa'ad, salaf artinya ulama
terdahulu, Kata khalaf biasanya
di gunakan untuk merujuk para ulama yang lahir setelah abad ke-III H dengan
karakteristik yang bertolak belakang dengan yang dimiliki salaf.
DaftarPustaka
Nashirrudin Muhammad Al-Albani, Meluruskan
Kesalahpahaman Dakwah Salafiyah, Terjemah : Abu Ihsan Al-Atsari, (Solo :
At-tibyan)
Raji
Abdullah Muhammad sufyan, 2003,mengenal aliran-aliran islam dan cirri-ciri ajarannya, (JAKARTA: LPPI RIYAD HUS SOLIHIN.
Abdul Rozak, rosihoanwar, 2014, IlmuKalam,
Bandung: CV. PustakaSetia, cet 3.
Sahilun
A. Nasir, 2010, Pemikiran Kalam (teologi islam), Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Muh Mawangir, 2004, Aliran-Aliran Kalam, Palembang: IAIN Raden Fatah Press.
[1] Muhammad
sufyan raji Abdullah, mengenal
aliran-aliran islam dan cirri-ciri ajarannya, (JAKARTA: LPPI RIYAD HUS
SOLIHIN, 2003), halaman 74-81
[2] Abdul Rozak, rosihoanwar, IlmuKalam, (Bandung:
CV. PustakaSetia, cet 3, 2014) Hlm 133
[4] Sahilun A.
Nasir, Pemikiran Kalam (teologi islam), (Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada, 2010), Hlm 279
[6] Muh Mawangir, Aliran-Aliran
Kalam, ( Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2004), Hlm 89-90.
[11]Opcit., Abdul Rozak
157
[12] Muhammad
Nashirrudin Al-Albani, Meluruskan Kesalahpahaman Dakwah Salafiyah,
Terjemah : Abu Ihsan Al-Atsari, (Solo : At-tibyan) hlm. 54-55.
0 Comments
Terima Kasih telah berkunjug ke Artikel Saya, Silahkan Komnetar di Halaman bawah ini. Jadilah Pengutip yang Baik.