Makalah Aqidah IMAN KEPADA RASUL ALLAH

IMAN KEPADA PARA RASUL ALLAH

A.      PENDAHULUAN
Allah Swt. yang maha agung telah menciptakan manusia sebagai pegnhuni alam semesta, manusia makhluk yang paling sempurna ini diberi tugas oleh Allah Swt untuk melestarikan dan meramaikan alam ini. Diakui atau tidak, manusia tidak akan dapat hidup tanpa adanya hawa nafsu, karena pada nafsulah letak keinginan dan cita-cita mereka. Seperti nafsu untuk makan dan minum, ingin mempertahankan diri, dan juga ingin melestarikan keturunan.
Oleh karena nafsu tidak mengenal batas mana yang dilarang dan mana yang diperintahkan untuk dikerjakan, maka Allah menganugerahkan kepada manusia suatu kelebihan dari makhluk lainnya yang berupa “akal” yang bertugas mengontrol, mensinyalir, memberi petunjuk mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, berdasarkan manfaat dan bahayanya. Akan tetapi akal saja tidak cukup tangguh untuk mengendalikan hawa nafsu tersebut. Sebab akal hanyalah mampu menangkal masalah-masalah yang dihasilkan oleh panca indera yang kekuatannya terbatas saja. Tegasnya akal tidak mampu memonitoring segala kejadian atau peristiwa yang terjadi di dunia ini. Kekuatan akal masih mampu  dikalahkan oleh tegangan nafsu yang hanya cenderung pada masalah-masalah yang jahat saja.
Untuk itulah maka Allah yang maha Rahman dan Rahim kepada semua hambanya telah para nabi dan rasul dari orang-orang pilihan yang bertugas untuk memberikan bimbingan dan  petunjuk kepada umat manusia mengenai perbuatan yang baik dan yang buruk. Rasul-rasul yang datang sebelum nabi Muhammad Saw memang diutus untuk bangsa tertentu saja.


B.       PEMBAHASAN
Allah ta’ala telah mewajibkan kepada setiap orang islam supaya beriman kepada semua Rasul yang diutus oleh Allah SWT, tanpa membeda-bedakan antara seorang dengan yang lainnya. Allah berfirman Surat Al-Baqorah : 136
(#þqä9qè% $¨YtB#uä «!$$Î/ !$tBur tAÌRé& $uZøŠs9Î) !$tBur tAÌRé& #n<Î) zO¿Ïdºtö/Î) Ÿ@ŠÏè»oÿôœÎ)ur t,»ysóÎ)ur z>qà)÷ètƒur ÅÞ$t6óF{$#ur !$tBur uÎAré& 4ÓyqãB 4Ó|¤ŠÏãur !$tBur uÎAré& šcqŠÎ;¨Y9$# `ÏB óOÎgÎn/§ Ÿw ä-ÌhxÿçR tû÷üt/ 7tnr& óOßg÷YÏiB ß`øtwUur ¼çms9 tbqãKÎ=ó¡ãB ÇÊÌÏÈ  
“Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada Kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".

1.    Lalu timbul sebuah pertanyaan dibenak kita, siapa dan bagaimanakah seorang Nabi dan Rasul itu....?
Sudut Etimologi
Kata Rasul berasal dari kata “Rasala” yang selanjutnya menjadi “Arsala”, yang berarti mengutus. Jadi Rasul artinya utusan. Disamping kata “Rasul”, di dalam al-Qur’an juga dipakai kata “Mursal”, dari akar kata yang sama, yang artinya “orang yang diutus”. Kata Rasul dan Mursal sama maksudnyam dan dipakai dalam konotasi yang sama pula.
Oleh karena Rasul itu berarti “utusan”, maka “apa” saja yang diutus namanya “Rasul”. Dan utusan Allah itu bukan hanya terbatas pada manusia untuk manusia saja, seperti Nabi Adam As. sampai Nabi Muhammad Saw., tetapi juga dipakai untuk malaikat yang diutus oleh Allah. Coba perhatikan surat Maryam: 16-19 berikut:
öä.øŒ$#ur Îû É=»tGÅ3ø9$# zNtƒötB ÏŒÎ) ôNxt7oKR$# ô`ÏB $ygÎ=÷dr& $ZR%s3tB $wŠÏ%÷ŽŸ° ÇÊÏÈ   ôNxsƒªB$$sù `ÏB öNÎgÏRrߊ $\/$pgÉo !$oYù=yör'sù $ygøŠs9Î) $oYymrâ Ÿ@¨VyJtFsù $ygs9 #ZŽ|³o0 $wƒÈqy ÇÊÐÈ   ôMs9$s% þÎoTÎ) èŒqããr& Ç`»uH÷q§9$$Î/ y7ZÏB bÎ) |MZä. $|É)s? ÇÊÑÈ   tA$s% !$yJ¯RÎ) O$tRr& ãAqßu Å7În/u |=ydL{ Å7s9 $VJ»n=äñ $|Å2y ÇÊÒÈ  
“dan Ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al Quran, Yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur. Maka ia Mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, Maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata: "Sesungguhnya aku berlindung dari padamu kepada Tuhan yang Maha pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa. ia (Jibril) berkata: "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci".
Dengan demikian, malaikat Jibril juga dinamai “Rasul”[1].
Kata “Arsala” yang bermakna mengutus, atau mengirim utusan, atau mengirimkan saesuatu, juga dipakai oleh Allah untuk mengutus atau mengirim: burung (Q.S al-Fiil: 3), angin (Q.S al-Fathir: 9, ar-Ruum: 46, al-Furqan: 48, al-Hijr: 22), taufan (Q.S al-A’raf: 133, al-Isra: 68), hujan (Q.S Hud: 52), batu (Q.S az-Zariyat: 33), nyala api dan cairan tembaga (Q.S ar-Rahman: 35)[2].
Kata Nabi berasal dari kata kerja “Naba’a” (huruf “a” terakhir dibaca utuh berdiri sendiri), yang kemudian menjadi “Nabba’a” (memakai dua “b”), yang artinya memberitahu atau meberitakan. Jadi Nabi berarti pemberitahu atau pembawa berita. Dengan demikian kata Rasul dan Nabi itu kalau dijadikan satu barangkali menjadi begini: Allah mengutus utusan sebagai pembawa berita (gembira dan peingatan). lihat Q.S Maryam: 51 dan 54, Nabi Musa As dan Nabi Ismail As disebut sebagai: rasulan nabiyya, yang artinya utusan pembawa berita.
Pertanyaan terakhir yang harus kita jawab adalah apakah semua yang menerima wahyu itu Nabi dan Rasul?, Adakah manusia bukan Nabi dan bukan juga Rasul yang menerima wahyu dari Allah Swt?,
Kita melihat dan membaca dengan jelas surat an-Nisaa’: 42-48 dan surat Maryam: 17-26, yang berisi dialog antara malaikat Jibril sebagai rasul Allah dengan Maryam. Cara Jibril menyampaikan berita dari Allah kepada Maryam sama persis dengan cara Jibril menyampaikan berita/wahyu kepada semua Rasul. Jadi apa yang disampaikan Jibril kepada Maryam itu adalah wahyu. Padahal kita semua tahu bahwa Maryam bukanlah Nabi dan bukan pula Rasul[3].
Kita lihat juga Allah berkenan memberi wahyu kepada seorang perempuan yang lain, yang juga Allah pilih untuk menjadi ibu seorang Nabi, yaitu ibunya Nabi Musa As[4].
Dalam surat al-Qashash: 7 Allah berfirman
!$uZøŠym÷rr&ur #n<Î) ÏdQé& #ÓyqãB ÷br& ÏmÏèÅÊör& ( #sŒÎ*sù ÏMøÿÅz Ïmøn=tã ÏmŠÉ)ø9r'sù Îû ÉdOuŠø9$# Ÿwur Îû$sƒrB Ÿwur þÎTtøtrB ( $¯RÎ) çnrŠ!#u Å7øs9Î) çnqè=Ïæ%y`ur šÆÏB šúüÎ=yößJø9$# ÇÐÈ  
“dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah Dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya Maka jatuhkanlah Dia ke sungai (Nil). dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena Sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari Para rasul”.
Itulah ibunya Nabi Musa As, bukan Nabi dan bukan pula Rasul, tetapi jelas menerima wahyu dari Allah. Bahkan lebahpun menerima wahyu[5], demikian juga langit[6], dan malaikat[7]. Dengan demikian dapat kita ambil kesimpulan bahwa tidak semua orang yang menerima wahyu adalah nabi dan rasul.
Selain penjelasan di atas, ada sebuah definisi yang menjelaskan:
الرَّسُوْلُ هُوَ اِنْسَانٌ ذَكَرٌ حُرٌّ أَوْحَى اللهُ تَعَالَى اِلَيْهِ بِشَرْعٍ بِتَبْلِيْغِهِ لِلْخَلْقِ وَاِنْ لَمْ يُؤْمَرْ بِتَبْلِيْغِ سُمِّيَ نَبِيًّا فَقَطْ
 Rasul itu seorang laki-laki merdeka (bukan budak belian) yang dituruni wahyu oleh Allah tentang agama dan mendapat perintah supaya menyampaikan (tabligh) kepada semua makhluk (terutama manusia dan jin), kalau tidak mendapat perintah untuk menyampaikan, maka orang itu disebut nabi saja”.
Dari definisi tersebut di atas sudah sangat jelas bahwa nabi dan rasul itu adalah utusan Allah untuk membimbing umat manusia menuju kejalan yang benar dan  diridhai oleh Allah[8].




2.    Jumlah dan Nama-nama Nabi yang ada didalam al-Qur’an
Prof. KH. Anwar Mursaddad menrincikan bahwa jumlah Nabi seluruhyan ada 124.000 orang, sedangkan Rasul itu berjumlah 313 orang[9]. Akan tetapi, yang wajib diketahui oleh umat Islam hanya berjumlah 25 orang.
Keduapuluh lima nabi dan rasul tersebut dijelaskan dalam ayat-ayat di bawah ini:
Ø  Surat al-Baqarah: 136
(#þqä9qè% $¨YtB#uä «!$$Î/ !$tBur tAÌRé& $uZøŠs9Î) !$tBur tAÌRé& #n<Î) zO¿Ïdºtö/Î) Ÿ@ŠÏè»oÿôœÎ)ur t,»ysóÎ)ur z>qà)÷ètƒur ÅÞ$t6óF{$#ur !$tBur uÎAré& 4ÓyqãB 4Ó|¤ŠÏãur !$tBur uÎAré& šcqŠÎ;¨Y9$# `ÏB óOÎgÎn/§ Ÿw ä-ÌhxÿçR tû÷üt/ 7tnr& óOßg÷YÏiB ß`øtwUur ¼çms9 tbqãKÎ=ó¡ãB ÇÊÌÏÈ  
“Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada Kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya"”.
Ø  Surat al-An’am: 84
$uZö6ydurur ÿ¼ã&s! t,»ysóÎ) z>qà)÷ètƒur 4 ˆxà2 $oY÷ƒyyd 4 $·mqçRur $oY÷ƒyyd `ÏB ã@ö6s% ( `ÏBur ¾ÏmÏG­ƒÍhèŒ yŠ¼ãr#yŠ z`»yJøn=ßur šUqƒr&ur y#ßqãƒur 4ÓyqãBur tbr㍻ydur 4 y7Ï9ºxx.ur ÌøgwU tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÑÍÈ  

“dan Kami telah menganugerahkan Ishak dan Yaqub kepadanya. kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) Yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik”.
Ø  Surat al-An’am:85-86
$­ƒÌx.yur 4Ózøtsur 4Ó|¤ŠÏãur }¨$uø9Î)ur ( @@ä. z`ÏiB šúüÅsÎ=»¢Á9$# ÇÑÎÈ   Ÿ@Ïè»yJóÎ)ur yì|¡uŠø9$#ur }§çRqãƒur $WÛqä9ur 4 yxà2ur $oYù=žÒsù n?tã tûüÏJn=»yèø9$# ÇÑÏÈ  
“dan Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas. semuanya Termasuk orang-orang yang shaleh. dan Ismail, Alyasa', Yunus dan Luth. masing-masing Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya)”.
Ø  Surat Ali Imran: 33
¨bÎ) ©!$# #s"sÜô¹$# tPyŠ#uä %[nqçRur tA#uäur zOŠÏdºtö/Î) tA#uäur tbºtôJÏã n?tã tûüÏJn=»yèø9$# ÇÌÌÈ  
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga 'Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing)”.
Ø  Surat al-A’raaf: 65
4n<Î)ur >Š%tæ ôMèd%s{r& #YŠqèd 3 tA$s% ÉQöqs)»tƒ (#rßç7ôã$# ©!$# $tB /ä3s9 ô`ÏiB >m»s9Î) ÿ¼çnçŽöxî 4 Ÿxsùr& tbqà)­Gs? ÇÏÎÈ  
“dan (kami telah mengutus) kepada kaum 'Aad saudara mereka, Hud. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?".

Ø  Surat Huud: 61
4n<Î)ur yŠqßJrO öNèd%s{r& $[sÎ=»|¹ 4
“dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh”.
Ø  Surat Huud: 84
4n<Î)ur tûtïôtB óOèd%s{r& $Y6øyèä© 4
“dan kepada (penduduk) Mad-yan (kami utus) saudara mereka, Syu'aib”.
Ø  Surat al-Anbiyaa’: 85
Ÿ@ŠÏè»yJóÎ)ur }§ƒÍ÷ŠÎ)ur #sŒur È@øÿÅ3ø9$# ( @@à2 z`ÏiB tûïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÑÎÈ
“dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. semua mereka Termasuk orang-orang yang sabar”.
Ø  Surat al-Ahzab: 40
$¨B tb%x. î£JptèC !$t/r& 7tnr& `ÏiB öNä3Ï9%y`Íh `Å3»s9ur tAqߧ «!$# zOs?$yzur z`¿ÍhŠÎ;¨Y9$# 3 tb%x.ur ª!$# Èe@ä3Î/ >äóÓx« $VJŠÎ=tã ÇÍÉÈ  
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi”.
Inilah para nabi dan rasul yang 25 itu, semuanya terdapat dalam Al-Qur’an dan wajib diimani oleh setiap mukmin. Sebenarnya ada banyak sekali Allah mengutus para nabi dan  rasul, sejak zaman dahulu. Tetapi tidak disebutkan secara rinci dalam Al-Qur’an, mereka hanya diutus untuk suatu kaum atau bangsa tertentu, untuk itulah kita tidak wajibmenelitinya dan mencarinya satu persatu.
Firman Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 164;
Wxßâur ôs% öNßg»oYóÁ|Ás% šøn=tã `ÏB ã@ö6s% Wxßâur öN©9 öNßgóÁÝÁø)tR šøn=tã
“dan (kami telah mengutus) Rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan Rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu”.
Dari ayat ini sudah sangat jelas bahwa ada beberapa nabi dan rasul yang tidak disebutkan dengan jelas dan yang wajib kita kenal dengan rinci hanya 25 orang. Untuk yang lain cukup kita meyakininya bahwa mereka ada banyak, mereka semua adalah hamba-hamba Allah yang paling utama[10].

3.    Kebutuhan Manusia Pada Rasul
Kalau beriman kepada para Rasul ditetapkan sebagai bagian dari rukun iman yang keenam, hal itu berarti beriman kepada mereka merupakan hal yang sangat penting dalam hidup, baik di dunia maupun di akhirat nanti. Dan kemanfaatan yang kita dapatkan dari beriman kepada para Rasul adalah berupa petunjuk menuju keselamatan dan kebahagiaan. Oleh karena itu, para rasul dalam mengemban tugasnya senatiasa menyampaikan[11]:
a.       Soal-soal ketuhanan yang maha Esa dan maha pencipta yang menguasai seluruh alam ini. Hanya Dialah yang berhak sifat yang memang selayaknya disandangNya. Ajaran ketuhanan ini bertujuan supaya manusia dapat menyalurkan naluri pengakuannya terhadap Tuhan dengan baik dan benar.
b.      Membimbing umat manusia supaya memiliki akhlak yang mulia dan tata nilai kode etik yang tinggi sopan santun yang dapat memerintah jiwa. Juga membina bagaimana menyembah Tuhan yang benar, bukan dengan sesajen dan membakar menyan untuk mengagungkan berhalanya yang justru buatannya sendiri. Ibadah dan takwa kepada Tuhannya adalah merupakan sumber akhlak yang utama. Kalau takwa adalah menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, sedangkan akhlak yang baik adalah kebiasaan yang mudah dilakukan pada hal-hal yang diperintahkan oleh Allah.
c.       Menetapkan hukum-hukum yang harus diikuti oleh umat manusia disepanjang sejarah hidupnya.
Firman Allah Swt. dalam surat al-Maidah: 48
( Nà6÷n$$sù OßgoY÷t/ !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# (
“Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan”.
Oleh karena itu, sebagai orang yang beriman sudah selayaknya kita mengikuti ajaran/hukum/peraturan yang dibawa oleh Rasul Allah dengan tunduk sepenuhnya.

4.    Tanda-Tanda Beriman Kepada Rasul-rasul Allah
Di antara tanda-tanda orang yang beriman kepada rasul-rasul Allah adalah sebagai berikut:
a.    Teguh keimanannya kepada Allah swt
b.    Meyakini kebenaran yang dibawa para rasul.
c.    Tidak membeda-bedakan antara rasul yang satu dengan yang lain
d.   Menjadikan para rasul sebagai uswah hasanah
e.    Meyakini rasul-rasul Allah sebagai rahmat bagi alam semesta
f.     Meyakini Nabi Muhammad saw. sebagai Nabi dan Rasul terakhir
g.    Mencintai Nabi Muhammad saw.

5.    Iman kepada Rasul mengandung empat unsur[12] :
a.    Mengimani bahwa risalah mereka benar-benar dari Allah SWT. Barang siapa mengingkari risalah mereka, walaupun hanya seorang, maka menurut pendapat seluruh ulama dia dikatakan kafir.
b.    Mengimani orang-orang yang sudah kita kenal nama-namanya misalnya Rasul “Ulul Azmi.
c.    Membenarkan berita-berita yang benar.
d.   Mengamalkan syariat orang dari mereka yang diutus kepada kita. Dia adalah nabi terakhir nabi Muhammad SAW yang diutus Allah kepada seluruh manusia.

6.    Buah iman kepada para Rasul[13]
a.    Mengetahui rahmat serta perhatian Allah kepada hamba-hamba-Nya sehingga mengutus Para Rasul untuk menunjuki mereka pada jalan Allah serta menjelaskan bagaimana seharusnya mereka menyembah Allah SWT, karena memang akal manusia tidak bisa mengetahui hal itu dengan baik.
b.    Mensyukuri nikmat Allah yang amat besar.
c.    Mencintai Para Rasul, mengagungkannya, serta memujinya karena mereka adalah Para Rasul Allah SWT, dan karena mereka hanya menyembah Allah, menyampaikan risalah–Nya, dan menasihati hamba-Nya.
Orang-orang yang menyimpang dari kebenaran mendustakan para rasul dengan mengaggap bahwa Para Rasul Allah bukan manusia. Anggapan ini dijelaskan Allah dalan sebuah firman Surat Al-Israa: 94
$tBur yìuZtB }¨$¨Z9$# br& (#þqãZÏB÷sムøŒÎ) æLèeuä!%y` #yßgø9$# HwÎ) br& (#þqä9$s% y]yèt/r& ª!$# #ZŽ|³o0 Zwqߧ ÇÒÍÈ  
“Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi manusia untuk beriman tatkala datang petunjuk kepadanya, kecuali Perkataan mereka: "Adakah Allah mengutus seorang manusia menjadi rasuI?"
Sebagaimana seperti yang telah sedikit disinggung di dalam mukaddimah di atas, bahwasanya setiap nabi dan rasul yang datang sebelum Nabi Muhammad Saw. hanya diutus untuk bangsa dan umat tertentu saja. Hal ini sejalan dengan firman Allah Swt dalam surat al-Fatir ayat 24;
bÎ)ur.......... ô`ÏiB >p¨Bé& žwÎ) Ÿxyz $pkŽÏù ֍ƒÉtR ÇËÍÈ
......dan tidak ada suatu umatpun yang telah lalu, melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan (yaitu seorang Nabi dan Rasul)”.






[1]  Djauhari Muhsin, 1987, Kuliah Iman Yang Qur’ani suatu pemahaman baru (Bandung: Penerbit Pustaka), hlm: 74
[2]  Ibid hlm: 75
[3]  Ibid hlm: 76
[4]  Ibid hlm: 76-77
[5]  Q.S an-Nahl: 68-69
[6]  Q.S Fushshilat: 12
[7]  Q.S al-Anfal: 12
[8]  S Ansory al-Mansur, 2001, Cara Mendekatkan Diri Kepada Allah (Taqarrub Ilallah), (Jakarta: RajaGrafindo Persada), hlm: 34
[9]  Ibid. Djauhari Muhsin, 1987, Kuliah Iman Yang Qur’ani suatu pemahaman baru (Bandung: Penerbit Pustaka), hlm: 66
[10]  Ibid, hlm: 38
[11]  Ibid, hlm: 39
[12]  Ali Makhtum Assalamy, 1993, Syarhu Ushulill Iman (Prinsip-prinsip Dasar Keimanan) (Jakarta: Buraidah), hlm: 43-45
[13]  Ibid hlm: 45-46

Post a Comment

0 Comments