PERSPEKTIF AL-QUR’AN TENTANG PENCIPTAAN MANUSIA, PENGETAHUAN, DAN ALAM



A.      PENDAHULUAN
Al-Qur’an yang diyakini oleh umat Islam sebagai kalamullah (firman Allah) yang mutlak benar, berlaku sepanjang zaman dan mengandung ajaran dan petunjuk tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia di dunia ini dan di akhirat nanti. Ajaran dan petunjuk pada Al-Qur’an tersebut berkaitan dengan berbagai konsep yang amat dibutuhkan oleh manusia dalam mengarungi samudera kehidupannya di dunia ini dan di akhirat kelak[1].
Sampai saat ini, sudah banyak sekali ilmuwan modern mencoba untuk membahas tentang rahasia dibalik semua konsep tersebut. Namun, jawaban yang mereka dapatkan hanya sebatas pengetahuan yang terbatas pada apa yang bisa diterima oleh akal manusia dengan dibuktikan oleh adanya penemuan saja. Rahasia dibalik semua konsep ajaran dan petunjuk tersebut dan apa yang terjadi sebelumnya masih merupakan rahasia besar yang belum terungkap walau dengan teknologi secanggih apapun.
Al-Qur’an berbicara tentang pokok-pokok ajaran tentang Tuhan, Rasul, proses kejadian manusia, alam jagat raya, ilmu pengetahuan, pembinaan dalam kehidupan bermasyarakat, dan masih banyak lagi. Namun, dalam kesempatan kali ini penulis hanya akan membahas tentang perspektif Al-Qur’an tentang proses kejadian manusia, ilmu pengetahuan, dan alam semesta.

B.       PEMBAHASAN
1.           Perspektif al-Qur’an Tentang Penciptaan Manusia
a.        Hakikat Manusia
Di dalam Al-Qur’an banyak ditemukan gambaran yang membicarakan tentang manusia dan makna filosofis dari penciptaannya. Manusia merupakan makhluk-Nya yang paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan yang dilengkapi dengan akal pikiran. Dalam hal ini ibn ‘Arabi melukiskan hakikat manusia dengan mengatakan bahwa “tak ada makhluk yang lebih bagus daripada mansuia, yang memilik daya hidup, mengetahui, berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berpikir, dan memutuskan”[2].
Secara lebih jelas, keistimewaan dan kelebihan manusia, diantaranya berbentuk daya dan bakat sebagai potensi yang memiliki peliuang yang begitu besar untuk dikembangkan. Dalam kaitan dengan pertumbuhan fisiknya, manusia dilengkapi dengan potensi berupa kekuatan fisik, fungsi organ tubuh, dan panca indera. Kemudian dari aspek mental, manusia dilengkapi dengan potensi akal, bakat, fatansi maupun gagasan. Potensi ini dapat mengantarkan manusia memiliki peluang untuk bisa menguasai serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sekaligus menempatkannya sebagai makhluk yang berbudaya[3].


b.        Peran (Fungsi) Penciptaan Manusia
Menurut Prof. Dr. H. Jalaluddin untuk mengetahui peran manusia dapat dirujuk antara lain melalui berbagai sebutan yang diberikan kepadanya. Selaku makhluk ciptaan, manusia dianugerahkan penciptanya dengan sejumlah nama dan sebutan.
Dalam Al-Qur’an manusia disebut dengan berbagai nama, antara lain: al-Basyr, al-Insan, al-Nas, dan Bani Adam. Nama sebutan ini mengacu pada gambaran tugas yang seharusnya diperangkan oleh manusia. Sehubungan dengan hal itu maka untuk memahami peran manusia, perlu dipahami terlebih dahulu konsep yang mengacu pada sebutan yang dimaksud. Untuk lebih jelasnya perhatikan uraian berikut ini:[4]
1.        Konsep al-Basyr
Manusia dalam konsep al-Basyr dipandang dari pendekatan biologis. Sebagai makhluk biologis berarti manusia terdiri atas unsur materi, sehingga menampilkan sosok dalam bentuk fisik material, berupa tubuh kasar (ragawi). Dalam hal ini, manusia merupakan makhluk jasmaniah yang secara umum terikat kepada kaidah-kaidah umum dari kehidupan makhluk biologis.
Dalam konsep al-Basyr ini tergambar tentang bagaimana seharusnya peran manusia sebagai makhluk biologis. Bagaimana ia harus berperan dalam upaya memenuhi kebutuhan primernya secara benar, menurut tuntunan yang telah diatur penciptanya.

2.        Konsep konsep al-Insan
Konsep al-Insan mengacu pada bagaimana manusia dapat memerankan dirinya sebagai sosok pribadi yang mampu untuk mengembangkan dirinya, agar menjadi sosok ilmuwan yang seniman, serta berakhlak mulia secara utuh. Paling tidak pada tahap yang paling rendah adalah mampu mencari dan menemukan yang baik, benar, dan indah, untuk dijadikan rujukan dalam bersikap dan berprilaku. Dengan cara seperti itu diharapkan manusia mampu mengembangkan potensi individunya, guna mencapai kehidupan yang berkualitas.
Potensi menurut konsep al-Insan diarahkan dalam upaya mendorong manusia untuk berkreasi dan berinovasi. Dari kreativitasnya, manusia dapat menghasilkan sejumlah kegiatan berupa pemikiran (ilmu pengetahuan), kesenian, ataupun benda-benda ciptaan. Kemudian melalui kemampuan berinovasi, manusia mampu mrekayasa temuan-temuan baru dalam berbagai bidang. Dengan demikian manusia dapat menjadikan dirinya makhluk berbudaya dan berperadaban.
3.        Konsep al-Nas
Dalam Al-Qur’an kosa kata al-Nas umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk sosial. Manusia diciptakan sebagai makhluk bermasyarakat, yang berawal dari pasangan laki-laki dan wanita, kemudian berkembang menjadi suku dan bangsa, untuk saling kenal mengenal (QS.49:13).
Sejalan dengan konteks kehidupan sosial ini, maka peran manusia dititikberatkan pada upaya untuk menciptakan keharmonisan hidup bermasyarakat. Masyarakat dalam ruang lingkup yang paling sederhana yaitu keluarga, hingga ke ruang lingkup yang lebih luas yaitu sebagai warga antar bangsa.
4.        Konsep Bani Adam
Dalam konteks ayat-ayat yang mengandung konsep Bani Adam, manusia diingatkan oleh Allah agar tidak tergoda oleh setan (QS.7:26-27), pencegahan dari makan dan minum yang berlebihan dan tata cara berpakaian yang pantas saat menjalankan ibadah (QS.7:31), ketakwaan (QS.7:35), kesaksian manusia terhadap Tuhannya (QS.7:172), dan terakhir peringatan agar manusia terperdaya hingga menyembah setan (QS.36:60).
Lebih dari itu, konsep Bani Adam, dalam bentuk menyeluruh mengacu pada penghormatan nilai-nilai kemanusiaan. Konsep ini menitikberatkan pada upaya pembinaan hubungan persaudaraan antar sesama manusia. Menyatukan visi bahwa manusia pada hakikatnya berawal dari nenek moyang yang sama, yaitu nabi Adam a.s. Dengan demikian manusia, apapun latar belakang sosio-kultural, agama, bangsa, dan bahasanya, harus dihargai dan dimuliakan. Dalam tataran ini manusia seakan berstatus sebagai sebuah keluarga yang bersaudara, karena berasal dari nenek moyang yang sama.




c.         Tujuan Diciptakannya Manusia
Di dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa setidaknya ada dua macam tujuan dari diciptakannya manusia, yakni sebagai khalifah (khalifatu fil ardhi) dan sebagai hamba Allah (‘Abdillah).
1.        Sebagai Khalifah Allah
Menurut Al-Qur’an, manusia menempati posisi yang istimewa di alam jagat raya ini. Manusia adalah wakil Tuhan di muka bumi, sebagaimana dinyatakan dalam Q.S al-Baqarah: 30
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz (
Artinya: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".
Pada hakiatnya eksistensi manusia dalam kehidupan ini adalah untuk melaksanakan tugas kekhalifahan, yaitu membangun dan mengelola dunia tempat hidupnya ini sesuai dengan kehendak dari penciptanya.
Menurut Quraish Shihab kata tersebut mencakup pengertian[5]:
a.         Orang yang diberik kekuasaan untuk mengelola wilayah, baik luas maupun sempit, dan
b.         Khalifah memiliki potensi untuk mengemban tugasnya, namun juga dapat berbuat kesalahan dan kekeliruan.
Beranjak dari makna yang termuat didalam kata khalifah tersebut, setidak-tidaknya tugas yang harus dilakukan oleh manusia terdiri dari dua jalur, yaitu jalur vertikal dan horizontal[6].
Jalur pertama mengacu pada bagaimana manusia dapat mengatur hubungan yang baik denga sesama manusia dan alam sekitarnya. Hubungan yang dibina adalah hubungan yang sejaajr dan sama antar sesama makhluk Allah. Hubungan yang ramah dan saling menguntungkan, bukan sebaliknya, yaitu atas dasar saling bermusuhan dan merugikan.
Adapun hubungan vertikal, menggambarkan bagaimana manusia berperan sebagai mandatari Allah. Dalam tugas ini manusia paling penting menyadari bahwa kemampuan yang dimilikinya untuk menguasai alam dan sesama manusia adalah karena penugasan dari penciptanya. Dengan demikian tugas ini mencakup cara bagaimana manusia dapat menjalankan tugasnya sebagai pengemban amanat tersebut sebaik mungkin. Dalam status tugasnya sebagai khalifah Allah, manusia dituntut untuk menjaga dan melestarikan keharmonisan tatanan yang sudah diatur oleh Allah.
2.        Sebagai Hamba Allah swt.
Selain bertugas sebagai khalifah Allah di muka bumi tempat tinggalnya, manusia juga bertugas sebagai hamba Allah. Hal ini sesuai dengan tujuan dari diciptakannya manusia seperti termaktub dalam firman Allah berikut:
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ  
Artinya: “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (Q.S adz-Dzariyaat: 56)
Dalam perspektif ayat ini, tujuan dari diciptakannya manusia adalah sebagai hamba Allah untuk beribadah kepada-Nya, yaitu melakukan perbuatan apapun asal yang tidak terlarang oleh agama dan diniatkan untuk ibadah. Sehingga apapun yang dikerjakan tidak hanya bermanfaat untuk kehidupan di dunia semata, tetapi juga untuk kepentingan bekal hidup di akhirat nanti[7].
d.    Proses Kejadian Manusia
Telah banyak kajian yang dilakukan para ahli mengenai kesesuaian informasi yang diberikan Al-Qur’an dengan berbagai temuan di bidang ilmu pengetahuan mengenai asal usul dan proses kejadian manusia[8].
Al-Qur’an telah menegaskan bahwa manusia diciptakan secara khusus. Allah Swt berfirman:
øŒÎ) tA$s% y7/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) 7,Î=»yz #ZŽ|³o0 `ÏiB &ûüÏÛ ÇÐÊÈ   #sŒÎ*sù ¼çmçG÷ƒ§qy àM÷xÿtRur ÏmŠÏù `ÏB ÓÇrr (#qãès)sù ¼çms9 tûïÏÉf»y ÇÐËÈ  

Artinya: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya.” (QS Shaad: 71-72)
Dalam ayat lain, Allah Swt berfirman:
ª!$#ur /ä3s)n=s{ `ÏiB 5>#tè? §NèO `ÏB 7pxÿõÜœR ¢OèO ö/ä3n=yèy_ %[`ºurør& 4
Artinya: “Dan Allah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari air mani…” (QS Faathir: 11)
Kita perhatikan juga apa yang dikatakan al-Quran tentang penciptaan manusia ini. Allah Swt berfirman:
uqèdur Ï%©!$# t,n=y{ z`ÏB Ïä!$yJø9$#
Artinya: “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air.” (QS Al-Furqan: 54)
$pk÷]ÏB öNä3»oYø)n=yz $pkŽÏùur öNä.ßÏèçR $pk÷]ÏBur öNä3ã_̍øƒéU ¸ou$s? 3t÷zé& ÇÎÎÈ  
Artinya: “Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu pada kali yang lainnya.” (QS Thaaha: 55)
̍ÝàYuù=sù ß`»|¡RM}$# §NÏB t,Î=äz ÇÎÈ   t,Î=äz `ÏB &ä!$¨B 9,Ïù#yŠ ÇÏÈ   ßlãøƒs .`ÏB Èû÷üt/ É=ù=Á9$# É=ͬ!#uŽ©I9$#ur ÇÐÈ   ¼çm¯RÎ) 4n?tã ¾ÏmÏèô_u ÖÏŠ$s)s9 ÇÑÈ  
Artinya: “Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang terpancar. Yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada. Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati).” (QS Ath-Thaariq: 5-8)
Dan banyak lagi ayat-ayat lainnya yang seluruhnya menunjukkan bukti ilmiah yang terdapat dalam Al-Qur’an. Misalnya, dalam firman-Nya “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air”, Allah Swt menegaskan bahwa asal penciptaan manusia adalah air. Ayat ini sesuai dengan bukti ilmiah yang mengatakan bahwa kira-kira 75 persen dari berat manusia adalah air[9].
Dengan mengkaji dan memahami ayat-ayat al-Qur’an tentang kejadian penciptaan manusia, maka ktia akan menemukan beberapa fase berikut dalam proses penciptaan manusia, yaitu[10]:
a.         Fase Nuthfah (Setetes Air Mani)
Allah Swt menjelaskan bahwa air yang darinya manusia diciptakan adalah air mani yang dalam bahasa Arabnya disebut “maa-un mahiin” atau “maa-un hayyin”, yang memiliki arti sebagai air yang mempunyai potensi kehidupan yang lemah. Dan sebagaimana yang telah kami jelaskan sebelumnya, bahwa Allah Swt pun telah menciptakan manusia dari air mani (nuthfah). Nuthfah ini adalah air mani laki-laki atau sperma.
Coba perhatikan firman Allah berikut ini:
$¯RÎ) $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB >pxÿôÜœR 8l$t±øBr& ÏmÎ=tGö6¯R çm»oYù=yèyfsù $JèÏJy #·ŽÅÁt/
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur[11]....” (Q.S Al-Insaan: 2)
Namun dalam hal mengenai nuthfah Muhammad Izzuddin Taufiq mempunyai penafsiran tersendiri, yaitu menurutnya yang dimaksud dengan fase nuthfah disini adalah nuthfah amsyaj (sperma yang telah bercampur) atau sel telur yang telah dibuahi sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah di atas[12].
Pernyataan ini dipertegas melalui firman Allah swt. berikut:
§NèO çm»oYù=yèy_ ZpxÿôÜçR Îû 9#ts% &ûüÅ3¨B ÇÊÌÈ  
Artinya: “Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).” (Q.S Al-Mu’minuun: 13).


b.        Fase ‘Alaqah  (Segumpal Darah)
Al-alaqah dalam bahasa Arab berarti darah yang membeku. Dan hal ini terbukti setelah dilakukan pengambilan gambar atas janin pada periode ini masih dalam bentuk darah yang membeku, di mana anggota tubuh belum terbentuk. Pada minggu ini biasanya akan terjadi pertumbuhan sel telur yang subur dan pembentukan trofopals yang nantinya akan berubah menjadi ari-ari dan tali pusar yang menghubungkan janin degnan plasenta.
Hal ini sesuai dengan firman Allah berikut:
¢OèO $uZø)n=yz spxÿôÜZ9$# Zps)n=tæ .....
Artinya: “Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah....” (Q.S Al-Mu’minuun: 14)
c.         Fase Mudhgah (Segumpal Daging)
Mudhgah adalah fase yang dimulai sejak akhir fase ‘alaqah hingga menjadi tulang dan otot-otot. Lafal mudhgah ini menyifati keadaan janin selama fase ini berlangsung baik berupa gumpalan sel-sel yang mulai membentuk penyuburan maupun gumpalan daging yang membentuk gambaran permulaan setiap anggota tubuh.
$uZø)n=ysù sps)n=yèø9$# ZptóôÒãB
Artinya: “...lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging....” (Q.S Al-Mu’minuun: 14)

d.        Fase Tulang dan Daging
$uZø)n=ysù sptóôÒßJø9$# $VJ»sàÏã $tRöq|¡s3sù zO»sàÏèø9$# $VJøtm:
Artinya: “......dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.....” (Q.S Al-Mu’minuun: 14)
Ayat yang lalu telah menyebutkan bahwa segumpal darah (‘alaqah) itu berasal dari setetes air mani (nuthfah), segumpal daging (mudhgah) berasal dari segumpal darah (‘alaqah), dan tulang belulang (‘idham) berasal dari segumpal daging (mudhgah). Akan tetapi, ayat selanjutnya mengatakan “lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging”. Ini menunjukkan asal usul otot itu bukanlah dari tulang, tetapi berasal dari segumpal daging.
Kata kasauna dalam ayat di atas menggambarkan secara mendalam proses pergerakan otot-otot degnan tulang belulang. Otot tersebut membungkus tulang walaupun tanpa harus terbuat dari tulang[13].
e.         Fase kejadian makhluk yang berbentuk lain
¢OèO çm»tRù't±Sr& $¸)ù=yz tyz#uä
Artinya: “.....kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain....” (Q.S Al-Mu’minuun: 14)
Setelah berlalu dua bulan, perkembangan janin beralih perkembangan ukuran organ tubuh. Pada fase ini sebagian besar organ tubuh yang baru mulai terbentuk. Setelah bulan ketiga, perkembangan janin mulai bergerak-gerak menambah bobotnya dan mulai terfokus pada pembentukan ciri-ciri manusia.
f.             Proses Kelahiran
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«øx© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur   öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ  
Artinya: “dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (Q.S An-Nahl: 78)
Ketika dilahirkan, seorang bayi langsung dapat mendengar dan melihat setelah berumur lima belas hari, sedangkan akal dan kemampuan berpikir akan didapatkannya setelah beranjak dewasa.
Di antara sebab didahulukannya pendengaran dari penglihatan karena pendengaran lebih penting daripada penglihatan, dan tidak ada perselisihan dalam hal ini. Adapun diakhirkannya hati (af-idah), mungkin disebabkan oleh nikmat pendengaran dan penglihatan akan terasa lebih bermanfaat jika hati ikut menyertai keduanya.



2.           Perspektif Al-Qur’an Tentang Ilmu Pengetahuan
Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui oleh manusia melalui pengalaman, informasi, perasaan atau melalui instuisi. Ilmu pengetahuan merupakan hasil pengolahan akal (berpikir) dan perasaan tentang sesautu yang diketahui itu[14].
Sebagai makhluk berakal, manusia mengamati sesuatu. Hasil pengamatan itu diolah sehingga menjadi ilmu pengetahuan. Dengan pengetahuan itudirumuskannya ilmu baru yang akan digunakannya dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya dan menjangkau jauh di luar kemampuan fisiknya.
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ilm yang berarti pengetahuan, merupakan lawan kata jahl yang berarti ketidaktahuan atau kebodohan. Sumber lain mengatakan bahwa kata ‘ilm adalah bentuk masdar dari ‘alima, ya’lamu, ‘ilman[15].
Di dalam Al-Qur’an, kata ‘ilm dan turunannya (tidak termasuk al-a’lam, al-‘alamin, dan alamat yang disebut sebanyak 76 kali) disebutkan sebanyak 778 kali. Hal ini menandakan begitu dimuliakannya ilmu bagi umat Islam dan sangat dianjurkan untuk mencarinya[16].
Selain itu, pentingnya ilmu pengetahuan di dalam Al-Qur’an dikaitkan dengan berbagai contoh peristiwa alam dan benda-benda yang ada di dunia ini, tidak akan dapat dipikirkan dan diolah oleh manusia untuk kepentingan hidupnya dan untuk memperkuat imannya, kecuali oleh orang yang berilmu yang mampu menggunakan ilmunya. Allah berfirman:
šù=Ï?ur ã@»sVøBF{$# $ygç/ÎŽôØnS Ĩ$¨Z=Ï9 ( $tBur !$ygè=É)÷ètƒ žwÎ) tbqßJÎ=»yèø9$# ÇÍÌÈ  
Artinya: “dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu”. (Q.S Al-ankabuut: 43)
Pentingnya ilmu bagi orang yang memilikinya dijelaskan dalam Al-Qur’an, yakni dalam surat Al-Mujadilah ayat 11 berikut:
Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4
Artinya: “.......niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.....” (Q.S Al-Mujadilah: 11)
Dari beberapa uraian dan ayat-ayat di atas dapat kita tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut[17]:
Pertama, al-Qur’an sangat mendorong dikembangkannya ilmu pengatahuan. Hal ini terlihat dari banyaknya ayat al-Qur’an yang menyuruh manusia agar menggunakan akal pikiran dan segenap potensinya untuk memperhatikan segala ciptaan Allah swt.
Kedua, dorongan al-Qur’an terhadap pengembangan ilmu pengetahuan tersebut terlihat pula dari banyaknya ayat al-Qur’an (lebih dari 700 ayat) yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, pujian dan kedudukan yang tinggi bagi orang-orang yang berilmu serta pahala bagi yang menuntut ilmu[18].
Ketiga, sungguhpun banyak temuan di bidang ilmu pengetahuan yang sejalan dengan kebenaran ayat-ayat Al-Qur’an, namun Al-Qur’an bukanlah buku tentang imu pengetahuan. Al-Qur’an tidak mencakup seluruh cabang ilmu pengetahuan.
Keempat, bahwa penemuan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan patut dihargai. Namun tidak sepatutnya membawa dirinya menjadi sombong dibandingkan dengan kebenaran Al-Qur’an.
Kelima, Al-Qur’an adalah kitab suci yang berisi petunjuk (hudan) termasuk petunjuk dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu agar ilmu pengetahuan dikembangkan untuk tujuan peningkatan ibadah, akidah, dan akhlak yang mulia.
Keenam, kemajuan yang dicapai oleh manusia dalam bidang ilmu pengetahuan harus ditujukan untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Hal ini akan terjadi manakala tujuan dari pengembangan ilmu pengetahuan tersebut tidak dilepaskan dari dasar peningkatan ibadah, akidah, dan akhlak tersebut.
Ketujuh, sebagai kitab petunjuk, Al-Qur’an tidak hanya mendorong agar manusia mengembangkan ilmu pengetahuan, melainkan juga memberikan dasar bidang dan ruang lingkup ilmu pengetahuan, cara menemukan dan mengembangkannya, tujuan penggunannya, serta sifat dari ilmu pengetahuan itu sendiri.
Kedelapan, al-qur’an tidak hanya menjelaskan tentang sumber ilmu (ontologi), melaikan juga tentang cara mengembangkan ilmu pengetahuan (epistimologi) dan pemanfaatan ilmu (aksiologi). Sumber ilmu itu pada dasarnya ada dua, yaitu wahyu (Al-Qur’an) yang menghasilkan ilmu naqli, dan alam melalui penalaran yang menghasilkan ilmu aqli.
3.           Perspektif Al-Qur’an Tentang Penciptaan Alam
Al Qur’an diturunkan bukan hanya kepada umat Islam, tetapi sebagai mediator menyampaikan pesan Tuhan Pencipta Alam kepada semua makhluk-Nya. Al Qur’an yang sedemikian sempurna ini memberi kabar dan cerita semua kejadian di alam semesta ini.
a.        Pandangan Al-Qur’an Mengenai Materi Dasar Pembentukan Alam Semesta
Ilmu pengetahuan moderen, ilmu astronomi, baik yang berdasarkan pengamatan maupun berupa teori, dengan jelas menunjukkan bahwa pada suatu saat seluruh alam semesta masih berupa 'gumpalan asap' (yaitu komposisi gas yang sangat rapat dan tak tembus pandang.
Salah satu hal yang membuat takjub para ilmuwan adalah adanya persesuaian antara konsep penciptaan alam semesta menurut Al-Qur'an dan sains (ilmu pengetahuan) modern. Dalam pandangan sains modern, pada awalnya alam semesta ini masih berupa kabut gas yang panas dan kemudian terpisah. Terpisahnya kabut gas ini merupakan proses awal terciptanya galaksi-galaksi. Dari pecahan-pecahan kabut gas tersebut selanjutnya melalui proses evolusi terbentuk milyaran matahari dengan planet-planetnya, termasuk bumi yang kita huni ini. Ilmuwan cerdas yang pertama kali mengemukakan teori di atas bernama Laplace dari Perancis dan Immanue Kant dari Jerman[19].
Teori yang mengatakan bahwa alam semesta berasal dari kabut ini sesuai dengan penjelasan Allah yang ada di dalam Al-Qur’an surat Al-Fushilat ayat: 11 (QS 41/11).
§NèO #uqtGó$# n<Î) Ïä!$uK¡¡9$# }Édur ×b%s{ߊ tA$s)sù $olm; ÇÚöF|Ï9ur $uÏKø$# %·æöqsÛ ÷rr& $\döx. !$tGs9$s% $oY÷s?r& tûüÏèͬ!$sÛ ÇÊÊÈ  
Artinya : “Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa." Keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati."
Teori alam semesta ini berasal dari kabut gas yang panas, dapat juga dibaca dalam surat Fushillat ayat 9-12.
b.        Proses Penciptaan Alam semesta Menurut Perspektif Al-Qur’an
Dalam pandangan sains modern, pada awalnya alam semesta ini masih berupa kabut gas yang panas dan kemudian terpisah. Terpisahnya kabut gas ini merupakan proses awal terciptanya galaksi-galaksi. Dari pecahan-pecahan kabut gas tersebut selanjutnya melalui proses evolusi terbentuk milyaran matahari dengan planet-planetnya, termasuk bumi yang kita huni ini. Ilmuwan cerdas yang pertama kali mengemukakan teori di atas bernama Laplace dari Perancis dan Immanue Kant dari Jerman.
Akan tetapi, ratusan tahun sebelum ilmuwan itu mengemukakan teorinya, semua teori tersebut telah dijelaskan oleh Allah melalui Al-Qur’an dalam Surat Al Anbiya ayat 30:
óOs9urr& ttƒ tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx. ¨br& ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur $tFtR%Ÿ2 $Z)ø?u $yJßg»oYø)tFxÿsù ( $oYù=yèy_ur z`ÏB Ïä!$yJø9$# ¨@ä. >äóÓx« @cÓyr ( Ÿxsùr& tbqãZÏB÷sムÇÌÉÈ   
Artinya: "Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah sesuatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.
Ayat di atas memang tidak menjelaskan bagaimana terjadinya proses pemisahan itu, karena Al-Qur’an bukan kitab ilmiah sebagaimana kitab ilmiah yang dikenal selama ini, namun keterpaduan dan pemisahan dalam ayat tersebut telah dibuktikan dan dibenarkan dalam teori ilmiah[20].
Hasil observasi yang dilakukan Edwin P. Hubble (1889-1953), menyimpulkan bahwa ada pemuaian alam semesta. Ekspansi kosmos merupakan fenomena yang mendapat dukungan sains modern dan bertitik tolak dari teori relativitas. Dengan demikian maka ekspansi kosmos akan selalu membesar, dan pembesaran ituakan lebih penting jika oran menjadi lebih jauh dari kita[21]. Inilah rupanya yang diisyaratkan Al-Qur’an dalam surat al-Dzariat ayat 47 berikut:
uä!$uK¡¡9$#ur $yg»oYøt^t/ 7&÷ƒr'Î/ $¯RÎ)ur tbqãèÅqßJs9 ÇÍÐÈ    
Artinya: “dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan meluaskannya. Sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa”.

Dari semua uraian di atas, ada beberapa kesimpulan penting yang dapat kita petik, yaitu[22]:
1.      Disebutkan bahwa antara langit dan bumi (kosmos) semula merupakan satu kesatuan (ratg) lalu mengalami proses pemisahan (fatg). Perlu ditegaskan di sini, bahwa fatg dalam bahasa Arab artinya memisahkan dan ratg artinya perpaduan atau persatuan beberapa unsur untuk dijadikan suatu kumpulan yang homogen.
2.      Disebutkan adanya kabut gas (dukhan) sebagai materi penciptaan kosmos.
3.      Disebutkan pula bahwa penciptaan kosmos (alam semesta) tidak terjadi sekaligus,tetapi secara bertahap.
Apabila dikaitkan dengan sejumlah teori seputar terjadinya kosmos menurut sains modern, maka konsep penciptaan semesta yang tertera dalam Al-Qur'an tidak dapat disangkal lagi kebenarannya.
4.           Hubungan antara Manusia, Ilmu Pengetahuan, dan Alam Semesta
Manusia dan alam mempunyai keterikatan yang kuat dimana keduanya mempunyai hak dan kewajiban antara satu dengan yang lain untuk menjaga keseimbangan alam. Hubungan antara manusia dengan alam atau hubungan manusia dengan sesamanya, bukan merupakan hubungan antara penakluk dan yang ditaklukkan, atau antara tuhan dengan hamba, tetapi hubungan kebersamaan dalam ketundukan kepada Allah SWT. Manusia diperintahkan untuk memerankan fungsi kekhalifahannya yaitu kepedulian, pelestarian dan pemeliharaan. Dan dalam menjalankankan fungsinya tersebutlah manusia memerlukan ilmu pengetahuan[23].
Untuk melaksanakan tanggung jawabnya, manusia diberikan keistimewaan berupa kebebasan untuk berkreasi sekaligus menghadapkan dengan tuntutan kodratnya sebagai makhluk psikofisik. Namun ia harus sadar akan keterbatasannya yang menuntut ketaatan dan ketundukan terhadap aturan Allah, baik dalam konteks ketaatan terhadap perintah beribadah secara langsung (fungsi sebagai abdun) maupun konteks ketaatan terhadap sunatullah (fungsi sebagai khalifah). Perpaduan antara tugas ibadah dan khalifah inilah yang akan mewujudkan manusia yang ideal yakni manusia yang selamat dunia akherat.
Sebagai bekal untuk menjalankan semua tugasnya, yakni sebagai Hamba sekaligus sebagai Khalifah Allah di bumi manusia diberikan potensi bawaan. Dalam kaitan dengan pertumbuhan fisiknya, manusia dilengkapi dengan potensi berupa kekuatan fisik, fungsi organ tubuh, dan panca indera. Kemudian dari aspek mental, manusia dilengkapi dengan potensi akal, bakat, fatansi maupun gagasan. Potensi ini dapat mengantarkan manusia memiliki peluang untuk bisa menguasai serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sehingga dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut diharapkan manusia dapat menjalankannya tugasnya tadi dengan optimal, khususnya dalam tugas memelihara, meramaikan, dan memakmurkan bumi sebagai perwujudan ibadah kepada-Nya.

C.      PENUTUP
a.           Kesimpulan
Ø  Al-Qur’an yang diyakini oleh umat Islam sebagai kalamullah (firman Allah) yang mutlak benar, berlaku sepanjang zaman dan mengandung ajaran dan petunjuk tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia di dunia ini dan di akhirat nanti. Yang kebenarannya telah banyak dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern.
Ø  Menurut perspektif Al-Qur’an pada dasarnya manusia diciptakan Allah dari sari pati tanah (thin), kemudian dari air yang hina, dan melalui beberapa tahapan seperti tahap nutfah, ‘alaqah, mudhgah, tahap tulang dan daging, dan berakhir pada proses kelahiran. Dan semua proses yang digambarkan oleh Al-Qur’an itu telah terbukti kebenarannya oleh penemuan para ilmuan modern sekarang.
Ø  Ilmu bagi umat Islam merupakan sesuatu yang sangat dimuliakan, demi menjaga derajat kemuliaannya itulah mengapa di dalam Al-Qur’an terdapat lebih dari 700 ayat yang membahas tentang keutamaan ilmu, keutamaan orang yang berilmu, dan keutamaan orang yang menuntut ilmu. Bahkan dalam Islam menuntut ilmu itu merupakan suatu kewajiban bagi setiap pemeluknya.
Ø  Jauh sebelum para ilmuwan abad ke-20 menemukan jawaban tentang proses penciptaan alam semesta, Al-Qur’an yang diturunkan pada 1400 tahun yang lalu telah lebih dahulu menggambarkan proses penciptaannya dalam surat An-Naaziat ayat 27-33. Hal ini lagi-lagi membuktikan kepada seluruh umat manusia akan kebenaran dan keabsahan Al-Qur’an.

DAFTAR PUSTAKA

Dradjat, Zakiah, dkk. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. ke-6. Jakarta: Bumi Aksara.
Fuad Pasya, Ahmad. Dimensi Sains Al-Qur’an Menggali Ilmu Pengetahuan dari Al-Qur’an. Cet. ke-1. Solo: Tiga Serangkai.
Gojali, Nanang. 2004. Manusia, Pendidikan, dan Sains dalam perspektif tafsir hermeneutik. Jakarta: Rineka Cipta.
Jalaluddin. 2001. Teologi Pendidikan. Jakarta: P.T RajaGrapindo Persada.
Mahmud Al-Aqqad, Abbas. 1991. Manusia Diungkap Al-Qur’an. Cet. ke-1. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Masyhur, Kahar. 1986. Ayat-ayat Al-Qur’an Tentang Ilmu Pengetahuan, Akhlak, dan Iman. Jakarta: Kalam Mulia.
Nata, Abuddin. 2002. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawiy). Cet. ke-1. Jakarta: PT.RajaGrapindo Persada.
Saleh Abdullah, Abdurrahman. 2005. Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an. Jakarta: Rineka Cipta.
Shihab, Quraish. 1999. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan.
Taufiq, Muhammad Izzudin. 2006. Dalil Afaq Al-Qur’an dan Alam Semesta (Memahami Ayat-ayat Penciptaan dan Syubhat). Solo: Tiga Serangkai.


SUMBER LAIN:

Dr. Abdul Basith Jamal & Dr. Daliya Shadiq Jamal dalam Sumber: http://www.taqrib.info/indonesia/index.php?option=com_content&view=article&id=570:penciptaan manusia dalam pandangan Al-Qur’an... Diakses pada tanggal 14/02/2013 16:30.
http://www.syasapratama.com/?Makalah:Pend._Islam:Alam_Semesta_dalam_Pandangan_Islam. Hmtl. Diakses pada tanggal 15/02/2013. 16:52



[1] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (Tafsir al-Ayat al-Tarbawiy), PT. RajaGrafindo Persada, (Jakarta: 2002), hal: 1.
[2] Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Mizan, (Bandung: 1999), hlm: 437.
[3] Jalaluddin, Teologi Pendidikan, PT. RajaGrapindo Persada, (Jakarta: 2001), hlm: 15.
[4] Ibid, (Jalaluddin, Teologi Pendidikan..........), hlm: 18-26.
[5] Ibid, (Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an.........), hlm: 441.
[6] Ibid, (Jalaluddin, Teologi Pendidikan..........), hlm: 30-31.
[7] Nanang Gojali, Manusia, Pendidikan, dan Sains dalam perspektif Tafsir Hermeneutik, Rineka Cipta, (Jakarta: 2004), hlm:68.
[8] Ibid, (Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (Tafsir.......),hlm: 46.
[9] Oleh: Dr. Abdul Basith Jamal & Dr. Daliya Shadiq Jamal dalam Sumber: http://www.taqrib.info/indonesia/index.php?option=com_content&view=article&id=570:penci... Diakses pada tanggal 14/02/2013 16:30.
[10] Muhammad Izzudin Taufiq, Dalil Afaq Al-Qur’an dan Alam Semsta (Memahami ayat-ayat penciptaan dan syubhat), Tiga Serangkai, (Solo: 2006), hlm: 87-106.
[11] Maksudnya: bercampur antara benih laki-laki dan perempuan.
[12] Ibid, (Muhammad Izzudin Taufiq, Dalil Afaq Al-Qur’an dan Alam Semsta.........), hlm: 89
[13] Kahar Masyhur, Ayat-ayat Al-Qur’an Tentang Ilmu Pengetahuan, Akhlak, dan Iman, Kalam Mulia, (Jakarta: 1986), hlm: 14.
[14] Zakiah dradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, (Jakarta: 2006), cet. ke-6, hlm: 5.
[15] Ibid, (Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (Tafsir al-Ayat..........), hlm: 155.
[16] Ibid, (Zakiah dradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam), hlm: 8.
[17] Ibid, hlm: 166-169
[18] Di hari kiamat nanti tinta seorang ulama dan darah seorang syuhada akan ditimbang; orang yang menyintai ilmu dan ulama tidak akan dihitung kesalahannya sepanjang hayat (dinukil oleh al-Qadli Husain bin Muhammad); orang yang memuliakan seorang yang berilmu nilainya sama dengan memuliakan tujuh puluh nabi; dan orang yang memuliakan orang yang menuntut ilmu sama nilainya dengan memuliakan tujuh puluh syuhada (hadits ini terdapat dalam Kitab Kanzul Amal juz V); orang yang mengagungkan seorang ulama seolah-olah mengagungkan Allah; dan orang yang meremehkan seorang ulama seolah-olah meremehkan Allah dan Rasul-Nya. Lihat Abuddin Nata, op.cit. hlm: 167.
[19] Ahmad Fuad Pasya, Dimensi Sains Al-Qur’an Menggali Ilmu Pengetahuan dari Al-Qur’an, Tiga Serangklai, (Solo: 2004), cet ke-1, hlm: 41-42.
[20] Ibid, (Nanang Gojali, Manusia, Pendidikan, dan Sains dalam perspektif.........), hlm: 105.
[21] Ibid, op. cit, hlm: 105.
[22] Ibid, hlm: 42
[23]http://www.syasapratama.com/?Makalah:Pend._Islam:Alam_Semesta_dalam_Pandangan_Islam. Hmtl. Diakses pada tanggal 15/02/2013. 16:52

Post a Comment

0 Comments